Harga Minyak Rendah, Pelaku Industri Migas Minta Insentif Fiskal
Pelaku usaha hulu migas meminta insentif fiskla kepada pemerintah setelah harga minyak anjlok lebih dari 20% pada awal pekan ini. Beberapa insentif yang diusulkan berupa keringanan pajak dan bagi hasil.
Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) John Simamora mengatakan rendahnya harga minyak bakal membuat perusahaan migas lebih selektif dalam mengembangkan proyek hulu. "Kalau ini berlangsung terus, apakah beberapa proyek masih ekonomis. Karena waktu dikasih keekonomian harganya dipatok sekian," ujar John di Jakarta, Rabu (11/3).
Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah diharapkan menyiapkan paket kebijakan khusus berupa keringanan pajak dan bagi hasil. Dengan begitu, industri migas tetap menarik dan atraktif.
"Tentu harus diskusi cepat dengan Kementerian Keuangan karena ini memukul penerimaan negara dari sektor migas," ujarnya.
Pasalnya, perusahaan migas telah memiliki asumsi harga yang disepakati bersama. Ketika harga tak sesuai, beberapa proyek bisa ditunda.
"Kalau harga minyak turun, internal rate of return mungkin jadi kecil banget kan, lebih memilih menunggu. Dampaknya bergulir ke lifting nasional, pemerintah harus membuat sesuatulah," kata John.
(Baca: Produksi Minyak Hanya 94% dari APBN, SKK Migas Evaluasi Program KKKS)
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong anjloknya harga minyak dunia pada 2015 silam hingga kini masih dirasakan oleh pelaku industri. Kondisi harga minyak saat ini pun semakin membuat perusahaan migas semakin terbebani.
Ia pun lantas berencana mengadakan pertemuan dengan pemerintah guna membahas dampak penurunan harga minyak terhadap industri migas dan memberikan usulan insentif.
Sembari menunggu pembicaraan dengan pemerintah, pihaknya mengimbau agar kontraktor terus meningkatkan efisiensi dengan pembiayaan yang lebih selektif. Sehingga dampak penurunan harga tidak membebani keuangan perusahaan.
"Kami hati-hati pengeluaran, yang sudah komitmen tetap kami lakukan tapi berhati-hati," kata Marjolijn.
Sedangkan Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf mengatakan pihaknya berkomitmen tidak akan memangkas produksi ketika tren harga minyak rendah. Hal itu mengingat pasokan minyak dalam negeri kurang.
"Karena konsumsi nasional dua kali lipat produksinya," kata Nanang.
Penasihat ahli SKK Migas Satya Yudha meminta pelaku usaha melihat penurunan harga minyak mentah dunia tetap optimis. Sebab, rendahnya harga minyak tidak hanya terjadi saat ini.
"Kita sudah pernah melalui fase harga minyak yang US$ 100 hingga US$ 17 dollar," ujar Satya di Jakarta, Rabu (11/3).
Oleh karena itu, ia berharap agar para kontraktor migas tetap menjalankan investasi yang sudah direncanakan. Apalagi SKK Migas terus berupaya untuk memudahkan jalur birokrasi yang lebih pendek.
(Baca: Dampak Anjloknya Harga Minyak Dunia Terhadap Ekonomi dan Migas RI)