Gencar Tes Massal Corona di Berbagai Negara, Senjata Perangi Pandemi
Tes cepat alias rapid test jadi senjata berbagai negara dalam memerangi pandemi corona. Di dalam negeri, Presiden Joko Widodo baru saja menginstruksikan agar dilakukan tes cepat untuk memeriksa warga dengan lingkup yang lebih besar. Ini seiring menguatnya dugaan banyaknya kasus corona yang belum terdeteksi.
Untuk melaksanakan rapid test dibutuhkan alat yang mampu menguji secara cepat. Mengutip The Guardian, seiring penyebaran corona di Wuhan, peneliti Tiongkok berhasil mengembangkan metode pengetesan dengan mendeteksi antibodi yang muncul setelah seseorang menunjukkan gejala terjangkit corona.
Studi peer-review yang dipublikasikan dalam jurnal Medical Virology menyatakan bahwa hasil tes tersebut bisa keluar dalam waktu 15 menit, jauh lebih cepat dari standar tes corona yang ada. Alat bernama COVID-19 IgG/IgM Rapid Test Kit tersebut menggunakan darah dari jari dan tidak membutuhkan laboratorium.
(Baca: Rapid Test Corona Dimulai Jumat Sore Ini, Hasilnya Selesai 2 Menit)
Selain alat tes ini, terdapat alat tes lainnya yang dikembangkan oleh peneliti, termasuk yang terkait negara atau perusahaan. Isu yang paling jadi perhatian tentunya terkait akurasi. Alat yang digunakan Tiongkok untuk pengetesan massal di masa-masa awal disebut memiliki tingkat akurasi yang rendah.
Dikutip dari Financial Times, sejumlah pakar di Tiongkok mengungkapkan hanya 30-50% kasus positif di Negeri Panda dideteksi dengan alat tes yang tersedia di negara tersebut. Untuk menghindari potensi kesalahan deteksi, Kepala Epidemologi di University of Hong Kong Benjamin Cowling menyarankan tes acak secara periodik.
Selain Indonesia, beberapa negara tengah mengejar ketertinggalan dalam tes cepat corona. Indonesia memulai tes cepat pada Jumat (20/3) ini. Sedangkan baru-baru ini, pemerintah Inggris mengumumkan akan meningkatkan kemampuan pengetesan, dari 1.500 menjadi 10.000 tes per hari. Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga menjanjikan akses mudah untuk pengetesan.
(Baca: Beberapa Obat yang Diklaim Efektif Sembuhkan Pandemi Corona)
Saat mengumumkan status darurat nasional corona di negara tersebut, Trump mengumumkan soal pengadaan alat tes cepat dan pendirian tempat pengetesan drive through di ruang publik. Meski begitu, otoritas kesehatan AS masih mendapatkan banyak kritik lantaran dinilai belum agresif melakukan tes.
Mengintip Rapid Test Besar-besaran di Korsel dan Italia
Korea Selatan menerapkan program pengetesan corona secara massal sebagai respons terhadap penyebaran wabah yang dimulai di Daegu, kota terbesar keempat di negara tersebut. Tes diberlakukan kepada siapapun yang kemungkinan terpapar oleh virus tersebut, termasuk mereka yang tidak menunjukkan gejala.
Dikutip dari Finansial Times, negara yang dipimpin Moon Jae In tersebut melakukan sebanyak-banyaknya 10 ribu tes baru setiap hari. Sejauh ini, telah ditemukan 8.600 kasus corona di negara tersebut, dengan total yang meninggal 94 orang. Ini artinya tingkat kematian masih terjaga di bawah 1%.
“Untuk mengendalikan epidemi, informasi terbaik yang Anda miliki adalah tes-tes ini, yang memberitahu Anda siapa yang positif dan siapa yang tidak,” kata Dosen di Harvard Medical School Kee Park, seperti dikutip Financial Times, beberapa waktu lalu.
(Baca: Berapa Lama Corona Bertahan di Tembaga, Besi, Plastik, dan Aerosol?)
Seorang dokter di Seoul Medical Center percaya akurasi tes corona di negara tersebut mencapai “99% -- tertinggi di dunia.” Ini seiring penggunaan alat tes baru yang sesuai protokol WHO. Meski begitu, profesor di bidang kedokteran di Korea University Choi Jae-wook tetap khawatir.
“Banyak alat yang dipakai pada tahap awal sama dengan yang digunakan di Tiongkok yang akurasinya dipertanyakan... Kami menahan diri untuk menyuarakan hal ini karena bisa meningkatkan kekhawatiran di masyarakat,” kata dia.
Italia juga menerapkan pengetesan terhadap semua orang yang kemungkinan telah terpapar virus corona, termasuk mereka yang memiliki gejala. Ini seiring jumlah kasus yang terus menanjak hingga kini melebihi 40 ribu atau separuh jumlah kasus di Tiongkok.
Jumlah korban meninggal di negara tersebut lebih tinggi dari Tiongkok yaitu mencapai 3.400 orang. Ini artinya tingkat kematian melebihi 8%. Saat ini, negara tersebut masih memberlakukan karantina secara nasional.