Bakal Rombak APBN 2020, Sri Mulyani: Asumsi Makro Berubah Luar Biasa
Pemerintah berencana mengajukan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan 2020 seiring dampak pandemi corona. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut hampir seluruh asumsi makro dalam APBN berubah drastis.
"Landasan yang digunakan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi, harga minyak, rupiah, hingga suku bunga mengalami perubahan yang luar biasa," ujar Sri Mulyani dalam konferensi video, Selasa (24/3).
Fokus alokasi anggaran kini juga diubah diutamakan untuk menangani masalah kesehatan atau pandemi corona. Pemerintah juga memberikan berbagai stimulus guna meredam dampak negatif pandemi ini pada perekonomian yang juga berdampak pada anggaran.
"Kami sedang merumuskan bagaimana merespons situasi ini, termasuk merelaksasi defisit agar memungkinkan di atas 3% namun tetap bertanggung jawab dan berhati-hati," kata dia.
(Baca: Membedah 7 Skenario Ekonomi dan Potensi Resesi Akibat Virus Corona)
Langkah tersebut ditempuh dengan melihat langkah-langkah yang juga dilakukan sejumlah negara lain dalam menghadapi pandemi corona. Seluruh kebijakan anggaran dalam 3-6 bulan akan difokuskan pada penanganan Covid-19.
"Kami harapkan setelah 6 bulan sudah bisa masuk fase recovery. Kami sedang indentifikasi seluruh perubahan itu, mengakomodasikan kebutuhan yang sifatnya darurat untuk kesehatan maupun perlindungan sosial," kata dia.
Dalam APBN 2020, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%. Namun, Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa terseret turun menjadi 2,5% hingga 3% akibat pandemi corona.
Nilai tukar rupiah juga diasumsikan Rp 14.400 per dolar AS. Sementara pada Selasa (25/3), kurs rupiah di pasar spot ditutup Rp 16.500 per dolar AS.
Harga minyak juga mengalami perubahan yang signifikan. Pemerintah mengasumsikan harga minyak Indonesia atau ICP pada tahun ini sebesar US$ 63 per barel. Namun, harga minyak dunia kini berada di bawah US$ 30 per barel.
(Baca: Sri Mulyani: IMF Sebut Ekonomi Global Tahun Ini Negatif Karena Corona)
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani bakal segera mengajukan APBN perubahan kepada DPR. Ini seiring perubahan drastis dalam sejumlah asumsi makro.
Badan Anggaran DPR juga telah merekomendasikan pemerintah membentuk perppu untuk melonggarkan defisit APBN di atas 3% dari PDB. Hal ini untuk memberikan pemerintah anggaran yang dibutuhkan untuk mengendalikan dampak pandemi corona terhadap perekonomian.
"Pemerintah perlu segera menerbitkan perppu yang merevisi UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terutama di penjelasannya yang memberikan kelonggaran defisit APBN dari 3% ke 5% dari PDB, dan rasio utang tetap 60% dari PDB,” tulis Ketua Banggar DPR Said Abdullah dalam keterangan resminya seperti dikutip Selasa (24/3)
Dia mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan Perppu APBN 2020 mengingat tidak dimungkinkannya pelaksanaan Rapat Paripurna DPR dalam waktu dekat, sebagai konsekuensi kebijakan social distance untuk mencegah penularan virus corona.
Perppu APBN sangat dibutuhkan pemerintah untuk menyesuaikan kembali APBN 2020 dengan kondisi yang sedang dialami saat ini. Menurutnya, hampir seluruh indikator ekonomi makro mengalami perubahan yang sangat signifikan akibat pandemi ini.