SKK Migas Minta Kontraktor Efisiensi Biaya Karena Harga Minyak Turun
Harga minyak dunia terus terpukul sejak awal tahun ini karena pandemi virus corona. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas pun meminta kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS memangkas biaya operasi.
Pasalnya, harga minyak yang terus turun bakal mempengaruhi proyek migas yang sedang berjalan. "Kalau KKKS yang operating cost-nya tinggi ya harus efisiensi besar-besaran," kata Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno kepada Katadata.co.id pada Kamis (26/3).
Oleh karena itu, Julius meminta KKKS negosiasi ulang beberapa kontrak yang tengah berjalan. Hal itu untuk memprioritaskan program kerja yang mempunyai nilai lebih.
"Kalau yang tidak esensial yang boleh ditunda. Tetapi yang masuk dalam critical path ya harus kami jaga continuity-nya sekuat tenaga," ujar dia.
Biarpun ada pemangkasan biaya dan prioritas proyek, lanjut Julius, pihaknya bakal berusaha mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK). Hingga saat ini, dia menyebut belum ada pengurangan pekerja di proyek hulu migas.
"Semaksimal mungkin kami usahakan tidak ada pengurangan pekerja," katanya.
(Baca: Inpex: Proyek Blok Masela Terus Jalan Meski Harga Minyak Jatuh)
Dihubungi secara terpisah, Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan turunnya harga minyak tidak mempengaruhi target lifting migas tahun ini. Pihaknya masih menargetkan lifting migas sesuai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar 1.946 juta barel setara minyak boepd.
Target tersebut terdiri dari lifting minyak sebesar 755 ribu bopd dan gas bumi 1.191 boepd. "Sejauh ini belum ada rencana perubahan lifting. Kami terus memantau dari waktu ke waktu dan berkomunikasi dengan KKKS," ujar Fatar.
Berdasarkan data Bloomberg pada Kamis (26/3) pukul 12.12 WIB, harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 turun 0,58% menjadi US$ 27,23 per barel. Sedangkan harga minyak jenis WTI untuk kontrak Mei 2020 turun 1,59% menjadi US$ 24,10 per barel.
Analis memperkirakan harga komoditas itu berpotensi anjlok ke level US$ 10 atau terendah sejak krisis moneter 1998, akibat pandemi corona. Pasalnya, virus bernama Covid-19 itu telah menganggu aktivitas ekonomi hingga membuat permintaan minyak terus menurun.
Analis Morningstar memperkirakan permintaan minyak turun 2,8 juta barel per hari tahun ini, rekor terendah dalam hampir 40 tahun. Harga minyak pun telah anjlok lebih dari 60% sejak awal tahun ini.
(Baca: Harga Minyak Diramal Anjlok ke US$ 10, Terendah Sejak Krisis Moneter)