Harga Emas Perhiasan Naik, BI Prediksi Inflasi Maret 0,13%
Bank Indonesia memperkirakan tingkat inflasi bulanan pada Maret sebesar 0,13%. Inflasi disumbang kenaikan harga emas perhiasan.
Perkiraan inflasi berdasarkan survei pemantauan harga hingga pekan keempat Maret tersebut juga mencatat inflasi secara tahun kalender sebesar 0,8% dan secara tahunan 3%. Adapun sejumlah komoditas yang mengalami kenaikan harga dari minggu sebelumnya, antara lain emas perhiasan, gula pasir, jeruk dan bawang merah.
Secara perinci, emas perhiasan menyumbang inflasi sebesar 0,06%, jeruk 0,04%, telur ayam ras 0,03%, gula pasir 0,03%, bawang merah 0,02%, serta kangkung, bayam, nasi dengan lauk dan bahan bakar rumah tangga masing-masing 0,01%.
Sementara itu, sejumlah komoditas menyumbang deflasi yaitu cabai merah sebesar 0,09%, cabai rawit 0,03%, serta bawang putih, tomat, daging ayam ras, minyak goreng dan angkutan udara masing-masing sebesar 0,01%.
(Baca: BI Prediksi Pengusaha Tak Kerek Harga Meski Dolar AS Tembus Rp 16 Ribu)
Dengan kondisi tersebut, BI memperkirakan inflasi 2020 tetap terkendali dan berada pada sasaran inflasi yakni 3% plus minus 1%. BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran virus corona dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu.
Sebelumnya, Gubernur BI memperkirakan para pengusaha tak akan menaikkan harga jual produksinya sehingga inflasi tetap akan terjaga. "Saya tidak yakin sektor korporasi akan menaikkan harga karena pelemahan rupiah," ujar Perry di Jakarta, Kamis (26/3).
Perry meyakini dampak pelemahan rupiah sangat rendah terhadap inflasi. Hingga saat ini, terlihat bahwa belum ada lonjakan harga komoditas di pasar.
(Baca: IMF Minta Pimpinan G20 Tingkatkan Dana Darurat Corona Dua Kali Lipat)
Ia menjelaskan terdapat empat hal yang membuat BI yakin dampak pelemahan rupiah terhadap inflasi minim. Pertama, ketersediaan pasokan yang cukup. "Pengaruh inflasi dari bahan makanan itu minimal," kata dia.
Kedua, jika dibandingkan sisi permintaan dan penawaran secara agregat dalam ekonomi, kenaikan permintaan dapat dipenuhi dari kenaikan penawaran. Dengan demikian kesenjangan output negatif terhadap inflasi.
Ketiga, BI optimis kebijakan moneter untuk memastikan sasaran inflasi tercapai, termasuk koordinasi erat dengan tim pengendali inflasi pusat dan daerah.
Keempat, pelemahan rupiah diyakini hanya sementara akibat kenpanikan global. "Begitu ada kejelasan terkait Covid-19 dan kebijakan ekonomi maka rupiah akan kembali menguat. Jadi pelemahan rupiah ini sementara," ungkap dia.