Sebulan jelang Ramadan, pabrik-pabrik normalnya akan menggenjot produksi untuk memenuhi kebutuhan sandang masyarakat. Bukankah Lebaran memang identik dengan baju dan sepatu baru?

Masa ini pun seharusnya menjadi masa panen bagi buruh konveksi hingga pabrik sepatu dan sandal. Dalam kondisi normal, mereka akan terus menerus bekerja lembur untuk mendapatkan upah ekstra. Tapi itu hanya terjadi sebelum ada virus corona.

Advertisement

Nurmayanti yang bekerja di PT Mitra Jua Abadi, Mojoagung, Jombang kini justru harus mengencangkan ikat pinggang. Jangankan lembur, di pabrik sandal tempatnya bekerja kini semua buruh harus libur bergantian.

Selain untuk mengurangi kepadatan pabrik, kebijakan itu memang diambil untuk memangkas produksi. Nurmayanti pun hanya masuk dua pekan sepanjang Maret. Dengan status pekerja harian lepas, ia pasrah dibayar setengah dari gaji bulanan yang biasa diterimanya. “Belum di-PHK saja untung,” katanya, Senin (30/3).

(Baca: Ragam Bantuan Sosial saat Corona: Banyak Kartu hingga Gratis Listrik)

Industri manufaktur, termasuk pabrik tempat Nurmayanti bekerja merupakan salah satu penyumbang terbesar produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2019. Kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB tahun lalu tercatat sebesar 19,62%.

Penurunan kinerja pada sektor ini dipastikan berdampak signifikan terhadap kinerja ekonomi Indonesia secara keseluruhan. "Perkiraan kami, setelah dampak corona, kalau pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 4,5% saja sudah bagus," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani. Ia menambahkan, “Memang luar biasa sekali dampak virus corona ini.” 

Buruh Pabrik Sepatu
Buruh Pabrik Sepatu (Arief Kamaludin|KATADATA)

Impor Bahan Baku Menyusut

Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS), selama Februari 2020 nilai impor semua golongan barang menurun dibanding Januari. Rinciannya, impor barang konsumsi merosot 39,91% menjadi US$ 881,7 juta. Kemudian, impor bahan baku/penolong turun 15,89% menjadi US$ 8,89 miliar, dan barang modal turun 18,03% menjadi US$ 1,83 miliar.

(Baca: Marak Corona, Industri Minuman Masih Genjot Produksi Jelang Puasa)

Penurunan impor bahan baku dan barang modal menandakan kegiatan produksi di dalam negeri tengah lesu. "Disrupsi pasokan di Tiongkok sudah berpengaruh pada kelancaran impor ke Indonesia sehingga memvalidasi kondisi shortage of supply (kekurangan pasokan) di Indonesia," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani.

Shinta memproyeksi kinerja industri manufaktur turun signifikan pada Maret lantaran seretnya pasokan bahan baku pada Februari lalu. Jika hal ini berlangsung hingga April, maka kinerja ekspor akan ikut tertekan.

Berikut adalah data komoditas yang impornya turun akibat virus corona, termasuk barang dari plastik dan bahan kimia yang dibutuhkan sebagai bahan baku: 

Pemerintah pun membebaskan bea impor bahan baku untuk 19 sektor industri yang kesulitan mendapat pasokan akibat pandemi virus corona. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan, insentif yang diberikan untuk mengurangi ganggguan produksi atau distribusi produk industri manufaktur.

Apalagi, Tiongkok yang merupakan episentrum Covid-19 memasok sekitar 30% bahan baku bagi industri manufaktur nasional. Terganggunya pengiriman barang dari Tiongkok membuat pabrik-pabrik di Tanah Air harus berlomba mencari sumber pasokan bahan baku dari negara lain.

"Kita harus memastikan bahwa industri bisa mendapatkan kecukupkan bahan baku agar mereka bisa kembali melanjutkan operasinya," kata Agus dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (13/3) lalu.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika, Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement