Disorot Bank Dunia, Utang Swasta RI Diproyeksi US$4 Miliar Jatuh Tempo

Image title
5 April 2020, 13:38
Ilustrasi, mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Anjloknya rupiah berpotensi meningkatkan utang jatuh tempo korporasi swasta Indonesia menjadi US$ 4 miliar tahun depan.
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Ilustrasi, mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Anjloknya rupiah berpotensi meningkatkan utang jatuh tempo korporasi swasta Indonesia menjadi US$ 4 miliar tahun depan.

Anjloknya nilai tukar rupiah akibat pandemi corona berpotensi menaikkan utang jatuh tempo korporasi swasta Indonesia menjadi US$ 4 miliar tahun depan.

Mengutip New York Times, Jumat (3/4), Bank Dunia mencatat utang sektor swasta Indonesia telah melampaui rata-rata peningkatan global. Sementara, Natixis melihat Indonesia merupakan negara yang menerima pukulan telak dari penurunan nilai mata uang Asia.

Sebelumnya, Moody's Investor Service telah menurunkan peringkat beberapa perusahaan, seperti PT Alam Sutera Realty Tbk, PT Agung Podomoro Land Tbk dan PT Gajah Tunggal Tbk. Selain Moody's, Fitch Rating juga memberikan outlook negatif pada PT Lippo Karawaci Tbk, karena potensi kemerosotan permintaan akibat pandemi corona.

Seperti diketahui, nilai tukar rupiah sejak awal tahun mengalami kejatuhan, bahkan dikatakan paling buruk se-Asia. Pada penutupan 31 Desember 2019, nilai tukar rupiah masih di level Rp 13.865 per dolar Amerika Serikat (AS), namun pada Jumat (3/4), rupiah berada di level Rp 16.525. Artinya, sejak awal tahun telah anjlok 19,18%.

Analis Moody's Jacintha Poh menyebut, kombinasi pandemi corona dan pelemahan nilai tukar rupiah membuat neraca korporasi Indonesia menjadi lemah. Hal ini menurutnya mengekspor potensi besarnya utang jatuh tempo korporasi Indonesia, terutama utang obligasi.

(Baca: Efek Kasus Corona Bertambah, Rupiah Anjlok Lagi ke 16.525 per Dolar AS)

Utang obligasi menjadi sorotan Jacintha karena, biasanya pemegang obligasi korporasi Indonesia memgang hingga jatuh tempo (hold to maturity date). Pasalnya, obligasi korporasi Indonesia tidak likuid, tidak seperti pasar obligasi pemerintah.

"Sebagian besar utang korporasi Indonesia akan jatuh tempo tahun depan, di samping itu ada sejumlah besar korporasi yang akan terbebani kenaikan pembayaran bunga obligasi tahun ini," ujar Jacintha, dikutip dari New York Times, Jumat (3/4).

Utang obligasi lebih rumit ketimbang utang bank, sebab pada bank perusahaan bisa meminta penundaan pembayaran bunga untuk menghindari beban. Sementara, untuk utang obligasi, perusahaan harus menerbitkan obligasi untuk meringankan beban akibat utang obligasi yang akan jatuh tempo.

Masalahnya, di masa seperti sekarang penerbitan obligasi jelas sulit, karena pasar sedang dalam keadaan tertekan dan investor lebih menyukai aset aman, seperti dolar AS.

Mengutip Reuters, Jumat (3/4), Direktur S&P Global Xavier Jean menyebut, jatuhnya nilai rupiah memperburuk sentimen investor terhadap korporasi berisiko tinggi. Ia memprediksi, pada tahun 2021 hingga 2023, korporasi Indonesia akan menghadapi potensi utang jatuh tempo sebesar US$ 4 miliar hingga US$ 5,5 miliar.

(Baca: BI Borong Surat Utang Negara Rp 172 Triliun untuk Perkuat Rupiah)

Sektor Properti Paling Rawan

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...