Ekonom Tuding Skema Bantuan Tak Jelas, PSBB Jakarta Rawan Konflik
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta rawan konflik. Penilaian Indef didasarkan pada belum jelasnya penerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.
Peneliti Indef Bhima Yudhistira mengatakan, seharusnya pemerintah menyalurkan bansos kepada orang-orang yang berhak jauh hari sebelum diumumkannya PSBB. Di sisi lain, ia menilai proses pendataan dari pemerintah tidak berjalan dengan baik.
"Kalau lockdown pemerintah wajib memenuhi kebutuhan pangan dengan mengirim sembako tiga hari sekali, sedangkan PSBB tidak ada kewajiban seperti itu bagi 10 juta orang di Jakarta. Makanya, potensi terjadi konflik baik horizontal dan vertikal sangat tinggi khususnya di sektor informal," kata Bhima, kepada Katadata.co.id, Rabu (8/4).
Menurutnya, rencana pemerintah memberikan bansos mulai Kamis 9 April sudah terlambat dan tidak efektif. Pasalnya, bantuan yang akan diberikan diperuntukkan bagi masyarakat yang memiliki indentitas sebagai warga DKI Jakarta.
Padahal, menurut Bhima, banyak pekerja informal berasal dari daerah lain dan tak memiliki identitas warga Jakarta. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta untuk melakukan pendataan guna memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT), secara langsung melalui transfer ke rekening pribadi.
"Masalahnya kan sederhana, data by name, by address kalau ojek online semua datanya di aplikator jadi pemerintah tinggal bekerja sama dengan aplikator sehingga BLT langsung ditransfer kan jelas tidak mungkin salah sasaran," kata dia.
(Baca: Syarat dan Ketentuan Penyaluran BLT 600 ribu dari Pemerintah)