Belajar dari AS, Pemerintah Perlu Transparan dalam Penanganan Corona
Pemerintah dinilai perlu belajar dari Amerika Serikat (AS) dalam menangani kasus virus corona. Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Eisha Magfiruha mengatakan, transparansi merupakan kunci dalam menangani pandemi corona.
"Dengan data, masyarakat tahu apakah pandemi sudah mencapai puncaknya. Sedarurat apa penyebaran corona di setiap daerah," kata dia dalam video conference, Kamis (9/4).
Data tersebut nantinya akan mendorong masyarakat secara sukarela menetap di rumah. Dengan begitu, akan memudahkan pemerintah menekan jumlah korban virus corona.
(Baca: Rekor 337 Kasus Baru dalam Sehari, Positif Corona RI Capai 3.293 Orang)
Ia mengatakan, transparansi informasi mengungkap fakta akan tingginya kasus positif corona di Negeri Paman Sam. Hingga 7 April, secara kumulatif kasus positif di AS mencapai 396.223 kasus dengan angka kematian 12.722 jiwa.
Selain transparansi data, lonjakan angka tersebut terjadi lantaran pemerintah AS menerapkan kapasitas tes yang besar dan masif, yaitu mencapai 100 ribu tes per hari. Meski begitu, tingkat kematian di AS hanya 2,9% atau lebih rendah dari Indonesia sebesar 8,4%.
Dengan adanya transparansi, masyarakat mengetahui bahwa penyebaran corona di suatu wilayah telah mencapai tahap serius yang mengancam jiwa.
Saat ini, kebijakan di Gedung Putih ditetapkan berdasarkan fakta ilmiah. Hal ini dilakukan dengan menggandeng dua ilmuwan, yaitu dr. Deborah Birx dan dr. Anthony Fauci. Pemerintah juga membentuk gugus tugas yang diketuai oleh Wakil Presiden AS Mike Pence.
(Baca: Kasus Corona Dunia Tembus 1,5 Juta, WHO Peringatkan Potensi Ledakan)
Salain itu, pemerintah pusat AS juga menggelar konferensi pers secara rutin setiap hari. Dalam konferensi tersebut, pemerintah selalu menyampaikan kendala yang dihadapi, seperti kekurangan masker N95. Informasi tersebut pada kahirnya mendorong masyarakat untuk membentuk donasi masker bagi tenaga medis.
Presiden AS Donald Trump juga sempat mengajak para peretail dan laboratorium swasta bersama-sama memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini dinilai efektif dalam meredam kepanikan warga AS.
(Baca: Skenario Berat Pandemi, Ekonomi Indonesia Kuartal II Hanya Tumbuh 1,1%)
Eisha pun mengatakan, pasar saham AS, Wall Street sempat mengalami depresi yang hebat lantaran adanya sentimen negatif terhadap peemrintah negara yang dipimpi Donald Trump tersebut. Namun, perdagangan di pasar saham di sana mulai menunjukan penguatan seiring kepercayaan investor terhadap negaranya
"Semakin cepat pemerintah merespons pandemi, perekonomian bisa kembali berjalan dan kepercayaan investor akan kembali," ujar dia.