PMI Maret RI Terendah sejak 2011, Manufaktur Kian Melemah Kuartal II

Image title
Oleh Ekarina
13 April 2020, 18:32
Dihantam Corona & Daya Beli, Penurunan Manufaktur Diramal Berlanjut.
ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/hp.
Pekerja membuat kostum Alat Pelindung Diri (APD) di PT Kasih Karunia Sejati , Bandulan, Malang, Jawa Timur, Senin (6/4/2020). Indeks Manufaktur diprediksi terus tertekan seiring pandemi corona dan pelemahan daya beli masyarakat.

Aktivitas industri manufaktur Indonesia yang ditunjukkan oleh Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers’ Index (PMI) berpotensi kian tertekan beberapa bulan mendatang. Hal ini bisa terjadi, apabila pemerintah tak segera mengatasi wabah Covid-19 sehingga mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap produk industri.

Sepanjang periode Maret 2020, indeks manufaktur terkontraksi cukup dalam. Perusahaan informasi dan analisis keuangan berbasis di London, IHS Markit melaporkan, PMI Indonesia pada Maret berada di kisaran 45,3, lebih rendah dibanding bulan sebelumnya di level 51,9.

Penurunan tersebut juga tercatat terendah dalam sembilan tahun periode survei atau sejak April 2011.

(Baca: Gelombang Besar PHK Imbas Corona Menerpa Indonesia)

Kepala IHS Markit, Bernard Law dalam rilisnya awal April 2020 mengatakan, perusahaan manufaktur Indonesia melaporkan penurunan tajam pada Maret di tengah berbagai upaya pencegahan penyebaran virus corona. Banyak sektor industri tertekan, akibat permintaan yang menurun tajam.

“Permintaan melemah, dengan total permintaan baru turun ke level terendah selama periode survei disebabkan oleh menurunnya ekspor. Lapangan kerja berkurang dalam empat setengah tahun akibat penutupan sementara panrik atau pengurangan kapasitas produksi di tengah lesunya penjualan," ujar Law dalam laporannya dikutip, Senin (13/4).

Terhentinya operasional sejumlah pabrik di tengah  pencegahan penyebaran virus, corona secara global menempatkan rantai pasok industri berada di bawah tekanan.

"Survei menggarisbawahi bagaimana pandemi global berdampak pada perekonomian Indonesia meningkatkan kemungkinan upaya pengetatan bisa berdampak lebih buruk pada triwulan kedua," katanya.

Senada dengan IHS markit, survei Indeks Manufaktur Bank Indonesia juga memproyeksi kinerja sektor industri pengolahan masih akan menurun pada kuartal II 2019 meski terdapat momentum Ramadan dan Idul Fitri. Namun, ekspansi diperkirakan akan terjadi pada beberapa sektor, terutama makanan, minuman, dan tembakau.

(Baca: Ada Ramadan, Survei BI Ramal Manufaktur Masih Lesu pada Kuartal II)

Berdasarkan survei yang dipublikasikan BI pada Senin (13/4), sektor makanan, minuman, dan tembakau menjadi satu-satunya sektor yang tak mengalami penurunan pada kuartal I.

Indeks PMI subsektor makanan, minuman dan tembakau berada pada level 50,44% atau tetap ekspansi meskipun lebih rendah dari kuartal sebelumnya 52,47%. maupun kuartal I 2019 52,19%.

Dalam pengukuran PMI, level 50% berarti menunjukkan sektor usaha masih mengalami ekspansi atau pertumbuhan. Sedangkan bila angka indeks berada di bawah 50, itu berarti terjadi kontraksi. Berdasarkan hasil survei BI, hampir seluruh sektor terkontraksi pada kuartal I 2020.

Kontraksi terdalam dialami oleh subsektor logam dasar, besi dan baja dengan PMI 36,89%, diikuti subsektor semen dan barang galian nonlogam 40,26%, dan alat angkut, mesin dan peralatannya 41,28%. Sementara itu, PMI secara keseluruhan berada dalam fase kontraksi yakni sebesar 45,64%, turun dari 51,50% pada kuartal sebelumnya atau 52,65% pada kuartal I 2020.

Sementara pada kuartal II, sektor manufaktur diproyeksi masih akan kontraksi, meski tak sedalam kuartal sebelumnya dengan PMI sebesar 48,79%. 

Produksi Terhenti

Terkait penurunan PMI, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengakui kontraksi industri manufaktur dalam negeri pada akhir kuartal I tahun 2020 disebabkan penyebaran Covid-19 di sejumlah daerah. Alhasil, penurunan utilitas industri di berbagai sektor tak bisa dihindari.

“Beberapa industri mengalami penurunan kapasitas produksi hampir 50%, kecuali industri alat kesehatan dan obat-obatan,"katanya dalam keterangan resmi. 

Pihaknya sebelumnya sudah berupaya mendorong industri bisa beroperasi normal, namun dengan protokol kesehatan yang ketat menyebabkan mau tak mau terjadi penghentian aktivitas produksi.

Akibat hal ini, aktivitas manufaktur pun lesu sebagaimana yang tercermin dari turunnya PMI Indonesia. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...