Menko Airlangga Tolak Usul Kartu Prakerja Dialihkan jadi Bansos Tunai

Dimas Jarot Bayu
22 April 2020, 22:23
kartu prakerja, pendaftaran kartu prakerja, pendaftaran gelombang II kartu prakerja, pengangguran, bansos
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) mengatakan pemerintah hanya menjadikan kartu prakerja sebagai jaring pengaman sosial secara temporer.

Pemerintah menolak usulan sejumlah pihak agar kartu prakerja dialihkan menjadi bantuan sosial tunai. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pemerintah sudah banyak memberikan bansos bagi masyarakat yang terdampak virus corona.

Total bansos yang diberikan pemerintah mencapai Rp 105 triliun. Bansos tersebut, terdiri dari Program Keluarga Harapan, Bantuan Pangan Nontunai, hingga program padat karya tunai di berbagai kementerian yang ada.

"Di dalam paket 105 triliun, tambahan untuk kartu prakerja sebesar Rp 10 triliun," kata Airlangga usai rapat terbatas melalui video conference, Rabu (22/4).

Airlangga menjelaskan pemerintah hanya menjadikan kartu prakerja sebagai jaring pengaman sosial secara temporer. Ini mengingat banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaannya akibat pandemi corona. 

Dengan pemberian kartu prakerja, para pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja dan dirumahkan akan mendapatkan keterampilan tambahan. "Selain mendapatkan skill tambahan, mereka juga nanti punya kemampuan untuk empat bulan disangga bantuan sebesar Rp 600 ribu per bulan," kata Airlangga.

(Baca: Lampaui Kuota, Pendaftar Kartu Prakerja Capai 7,65 Juta Orang)

Adapun, dia memastikan bahwa kartu prakerja akan kembali ke desain awal ketika pandemi corona berakhir. Pelatihan kartu prakerja tak hanya akan dilakukan secara daring seperti saat ini, tetapi juga dengan metode tatap muka.

"Ini melihat situasi kapan PSBB akan berakhir. Pada saat PSBB berakhir, pelatihan akan dilakukan secara dua track offline ,dan online," kata Airlangga.

Komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih sebelumnya menyarankan anggaran kartu prakerja senilai Rp 20 triliun dilebur dengan program bansos yang sudah ada. Sebab, para buruh yang terdampak PHK dan dirumahkan lebih membutuhkan bansos tersebut ketimbang pelatihan.

Adapun bansos sembako senilai Rp 600 ribu setiap bulan selama 3 bulan, khususnya kepada warga di Jabodetabek dianggap kurang untuk bisa mencegah mereka tetap berada di rumah. "Tujuan PSBB jadi lambat dan tidak tercapai. Semakin lambat selesaikan proses penyebaran ini, akan semakin bengkak biaya yang ditanggung pemerintah," kata Alamsyah saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (21/4).

(Baca: Hari Ini Peserta Kartu Prakerja Terima Dana Rp 3,55 Juta per Orang)

Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah juga menyampaikan hal senada. Menurut Trubus, para buruh lebih membutuhkan bansos agar bisa bertahan hidup di tengah pandemi corona.

“Saya rasa pemerintah harus buat kebijakan tersendiri terkait perlindungan pekerja yang terkena PHK dan dirumahkan ini,” kata Trubus saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (20/4).

Trubus mengatakan, kebijakan tersendiri yang mengatur bansos bagi buruh terkena PHK dan dirumahkan dapat diterbikan karena pemerintah telah menetapkan status bencana nasional. Hal ini diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020.

Dalam status bencana nasional, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak masyarakat yang terdampak secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum. Hal itu sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

“Dasarnya untuk mengeluarkan itu adalah Keppres Nomor 12 Tahun 2020 bahwa corona itu bencana nasional. Jadi dalam situasi bencana ini, pemerintah harus buat aturan, regulasi yang mengikat,” kata Trubus.

Reporter: Dimas Jarot Bayu
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...