Menguatnya Peran Agritech untuk Ketahanan Pangan di Masa Pandemi
Pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di berbagai daerah untuk mencegah penularan Covid-19. Meski bertujuan membatasi lalu lintas orang, kebijakan ini juga berdampak terhadap arus barang, termasuk bahan pangan.
Buktinya, Kementerian Pertanian mengidentifikasi turunnya harga di tingkat produsen. Sedangkan, harga di tingkat konsumen cenderung stabil, bahkan naik. Teknologi diharapkan mengatasi masalah itu.
Lazimnya ini disebut agritech, yakni penggunaan teknologi dalam pertanian, hortikultura, dan akuakultur dengan tujuan meningkatkan hasil, efisiensi, dan profitabilitas. Agritech dapat berupa produk, layanan atau aplikasi yang berasal dari pertanian yang meningkatkan berbagai proses input maupun output.
Dengan teknologi, rantai distribusi bisa dipotong sehingga logistik jadi lebih efisien. Teknologi juga memungkinkan petani di hulu menjangkau konsumen secara langsung. Dengan begitu, permainan harga oleh tengkulak bisa dihindari.
“Ini sesuai arahan Presiden, kami diminta untuk memastikan ketersediaan 11 bahan pangan di tengah pandemi ini hingga Idul Fitri,” kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di kantornya, 26 April 2020 lalu.
(Baca: Peternak Ayam Sebut Serapan Pemerintah Tak Efektif Dongkrak Harga)
Kesebelas komoditas pangan yang dimaksud adalah beras, daging ayam, daging sapi, telur, minyak goreng, gula pasir, cabai merah keriting, cabai rawit, bawang merah dan bawang putih.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Momon Rusmono menyatakan, Kementerian Pertanian tengah menjalankan program darurat yang berorientasi pada ketersediaan pangan selama pandemi Covid-19. Upaya ini dilakukan dengan menggandeng beberapa startup.
Kolaborasi Platform Digital
Kementerian Pertanian gencar bekerja sama dengan sejumlah penyelenggara transportasi dan perdagangan online untuk terlibat dalam distribusi pangan. Di antaranya, Lazada, Tokopedia, Grab, dan Gojek.