Kemenhub: Jenazah ABK Indonesia Dibuang ke Laut Sudah Sesuai Ketentuan
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) angkat suara terkait jenazah anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang dibuang ke laut dari kapal ikan milik Tiongkok.
Direktur Perkapalan dan Kepelautan Kemenhub Sudiono menjelaskan, penanganan jenazah ABK yang meninggal saat kapal berlayar sudah sesuai aturan Organisasi Buruh Internasional atau International Labour Organization (ILO).
"Membuang jenazah ke laut memungkinkan apabila jenazah tersebut berpotensi menyebarkan penyakit berbahaya bagi ABK lain," kata Sudiono, dalam siaran pers, Kamis (7/5).
Ketentuan tersebut diatur dalam ILO Seafarer’s Service Regulation, Circular letter International Maritime Organization (IMO) Nomor 2976 yang dikeluarkan 2 Juli 2009 silam.
Aturan ILO ini merupakan implementasi aturan IMO, yakni Resolusi A.930(22) dan Resolusi A.931(22). Dua resolusi IMO ini pada dasarnya berisi panduan terkait keselamatan pelaut, serta penanganan kecelakaan kerja dan kematian pelaut.
Sesuai regulasi, jenazah yang berpotensi menyebarkan penyakit juga dapat disimpan di dalam lemari pendingin atau freezer sampai tiba pelabuhan berikutnya. Setelah berlabuh, jenazah dapat dikremasi dan abunya diberikan kepada pihak keluarga.
Dalam ILO Seafarer’s Service Regulation, membuang jenazah ke laut merupakan opsi apabila kapal tidak dilengkapi dengan freezer, serta jarak dan waktu tempuh ke pelabuhan tidak memungkinkan untuk dilakukan dalam waktu singkat.
(Baca: ABK Indonesia Diduga Alami Perbudakan di Kapal Tiongkok)
“Karena yang bersangkutan bekerja di kapal asing, maka aturan yang berlaku pada kapal tersebut adalah peraturan negara bendera kapal tersebut, “ ujarnya.
Adapun, Kemenhub memastikan bahwa keluarga almarhum akan mendapatkan hak-haknya, berupa pembayaran gaji selama bekerja sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pihaknya juga telah menghubungi perusahaan dan memastikan hak-hak ABK yang bersangkutan, seperti gaji, dana duka, asuransi dan lain sebagainya dapat dipenuhi.
Kemenhub pun mengingatkan, bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berprofesi sebagai pelaut agar lebih memahami, menaati dan mengikuti prosedur yang telah dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah.
Termasuk juga, memahami aturan yang dibuat untuk perusahaan keagenan awak kapal, di mana berdasarkan aturan yang berlaku harus memiliki Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK).
"Dengan memilih perusahaan keagenan awak kapal yang telah memiliki SIUPPAK, tentu akan lebih terjamin perlindungan, dan jika terjadi permasalahan di kapal dapat dengan mudah ditelusuri,” kata Sudiono.
(Baca: Respons Kemenlu atas Dugaan Perbudakan ABK Indonesia di Kapal Tiongkok)