Faisal Basri Usul Iuran BPJS Diambil dari Dana Kementerian Pertahanan
Pemerintah diusulkan membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang berlaku mulai 1 Juli 2020. Ekonom Senior Faisal Basri menilai anggaran untuk BPJS Kesehatan dapat diambil pemerintah dengan memangkas belanja kementerian secara maksimal, terutama dari Kementerian Pertahanan.
"Sangat bisa iuran BPJS Kesehatan tidak dinaikkan," kata Faisal dalam Webinar Iluni UI, Rabu (13/5).
Faisal mengatakan, pemangkasan belanja sejumlah kementerian masih sedikit. Dia menyebutkan anggaran Kementerian Pertahanan (Kemenhan) hanya dipangkas Rp 8,73 triliun atau 6,65% dari total anggaran Rp 131,1 triliun sehingga menjadi Rp 122,4 triliun.
(Baca: Airlangga Sebut Nasib BPJS Kesehatan di Balik Kebijakan Kenaikan Iuran)
Padahal, anggaran belanja senjata dapat ditunda di tengah masa pandemi virus corona atau Covid-19. Ia pun mempertanyakan maksud politik di balik tipisnya anggaran yang dipangkas di kementerian yang dipimpin Prabowo Subianto tersebut. "Saya tidak tahu politiknya seperti apa. Kenapa Prabowo jadi Menteri Pertahanan, saya tidak tahu," ujar dia.
Faisal juga menilai anggaran beberapa kementerian lain pun dapat digeser untuk menutup defisit BPJS. Dia menyebutkan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang turun Rp 24,53 triliun atau 20,4% dari Rp 120,2 triliun menjadi Rp 95,6 triliun. Padahal sewaktu krisis 1998, kata Faisal, proyek-proyek besar dipangkas anggarannya.
Selanjutnya, anggaran Kementerian Agama turun Rp 2,65 triliun atau 4% dari Rp 65,1 triliun dihemat menjadi Rp 62,4 triliun. "Memangnya virus covid-19 dapat selesai dengan dakwah?" kata Faisal.
Kemudian, anggaran Kementerian Perhubungan turun Rp 6,13 triliun atau 14,21% dari Rp 43,11 triliun menjadi Rp 36,98 triliun. Anggaran Kementerian Keuangan turun Rp 2,58 triliun atau 5,9% dari Rp 43,5 triliun menjadi Rp 41 triliun.
"Ini potong anggarannya cuma ecek-ecek. Seperti dalam keadaan normal lalu diminta hemat anggaran. Sudah biasa pemotongan seperti ini saat shortfall," ujar dia.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi Sukamdani mengakui BPJS Kesehatan dalam kondisi yang sulit. Namun dalam kondisi pandemi covid-19, pengusaha mengalami kesulitan untuk menanggung iuran BPJS Kesehatan pekerjanya. "Dalam kondisi ini saja perusahaan keberatan, apalagi masayrakat umum," ujar dia.
Ia pun khawatir, masyarakat yang menjadi pekerja bukan penerima upah (PBPU) akan kesulitan membayar iuran. Akibatnya, masyarakat akan kesulitan mengakses pelayanan kesehatan.
(Baca: Jokowi Naikkan Lagi Iuran BPJS Kesehatan Mulai 1 Juli, Ini Rinciannya)
Presiden Jokowi menerbitkan peraturan presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang jaminan kesehatan, menaikkan iuran bagi peserta mandiri kelas 1 dan 2 berlaku 1 Juli 2020.
Dalam pasal 34 aturan tersebut dijelaskan bahwa besaran iuran untuk peserta mandiri kelas III sama dengan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan, yakni Rp 42 ribu per bulan. Khusus tahun ini, peserta mandiri hanya perlu membayar Rp 25.500 per orang per bulan. Sementara pemerintah akan menanggung sisanya sebesar Rp 16.500.
Namun untuk tahun depan dan selanjutnya, peserta mandiri akan membayarkan iuran sebesar Rp 35 ribu dan pemerintah akan membayarkan sisanya Rp 7 ribu. Sementara iuran untuk peserta mandiri kelas II dan kelas III ditetapkan masing-masing sebesar Rp 100 ribu dan Rp 150 ribu yang akan mulai berlaku pada 1 Juli 2020.