Kejaksaan Periksa Pejabat OJK untuk Dalami Bukti Kasus Jiwasraya
Kejaksaan Agung kembali memeriksa petinggi Otoritas Jasa Keuangan dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Pejabat OJK tersebut diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi bukti tersangka Joko Hartono Tirto alias JHT.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono mengatakan ada empat saksi yang dipanggil pada Rabu (13/5), yaitu Kepala Departeman Pengawasan Pasar Modal 2A Yunita Linda Sari, Direktur Eksekutif Pasar Modal Agus Saptarina, Kepala Bagian Pengawasan Perusahaan Efek Ninik, dan Anggota Tim Pemeriksa Transaksi Efek Agusti Cahya Britan Eka Putri.
Mereka diperiksa menggunakan protokol pencegahan penularan virus corona. "Keempat saksi diperiksa untuk pembuktian berkas perkara atas nama tersangka Joko Hartono Tirto," kata Hari melalui siaran pers, Rabu (13/5).
Menurut dia, pejabat OJK yang diperiksa mempunyai wewenang untuk mengawasi dan memeriksa proses jual beli saham dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi Asuransi Jiwasraya. Dengan pemeriksaan tersebut, diharapkan seluruh bukti-bukti perkara ini dapat segera terkumpul untuk dilimpahkan ke pengadilan.
Kejaksaan juga telah memeriksa dua pejabat OJK sebagai saksi JHT pada Selasa (12/5). Saksi-saksi yang diperiksa atau diminta keterangannya yaitu Cherry Riandiana sebagai anggota Tim Pemeriksa Transaksi Efek pada OJK dan Vendy Sukmawan sebagai anggota Tim Pemeriksa Transaksi Efek pada OJK.
(Baca: Kejaksaan Periksa 4 Saksi Kasus Jiwasraya di Tengah Pandemi Corona)
Adapun bukti milik lima tersangka lainnya yaitu Benny Tjokrosaputro, Hendrisman Rahim, Heru Hidayat, Hary Prasetyo dan Syahmirwam Rahim telah lengkap. Seluruh berkas telah dilipahkan Jaksa Penuntut Umum sejak Selasa (12/5).
"Kelima tersangka selanjutnya ditahan di Rutan oleh Penuntut Umum selama 20 hari terhitung sejak 12-31 Mei 2020," kata dia.
Dalam kasus ini, Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK mengumumkan adanya kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya sebesar Rp 16,81 triliun. Kerugian tersebut berasal dari pembelian saham dan reksa dana selama periode 2008-2018.
Rinciannya kerugian negara dari investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi di reksa dana sebesar Rp 12,16 triliun.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.