Pengusaha Minta BI Cetak Uang Lebih Banyak untuk Atasi Pandemi Corona
DPR sempat mengusulkan agar Bank Indonesia (BI) mencetak uang lebih banyak untuk mengatasi pandemi corona. Kali ini, giliran pengusaha yang meminta hal serupa.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani mengakui, kebijakan tersebut tidak populer. Namun, menurutnya kondisi saat ini sangat mendesak.
Sedangkan pinjaman dari luar negeri sangat terbatas. “Pelaku usaha tidak ada dana sama sekali. Pemerintah dari mana dananya? Bisa pinjam atau cetak uang,” kata Shinta saat mengikuti diskusi secara online, Jumat (15/5).
Ia memahami bahwa kebijakan tersebut akan berdampak negatif terhadap inflasi dan indikator ekonomi lainnya. “Tapi lihat saja Amerika Serikat (AS), saat ini sudah mencetak uang. Jadi bisa dilihat, ada banyak pilihan solusi,” ujar dia.
(Baca: BI Tak Akan Jor-joran Cetak Uang untuk Dana Penanganan Covid-19)
Dana tersebut kemudian dapat digunakan untuk menangani pandemi Covid-19. Kadin memperkirakan, total dana yang dibutuhkan mencapai Rp 1.600 triliun. Rinciannya Rp 400 triliun untuk Kesehatan, Rp 600 triliun untuk bantuan bagi masyarakat, dan Rp 600 triliun untuk mendorong ekonomi.
Sebelumnya, beberapa anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR juga meminta Gubernur BI Perry Warjiyo untuk mencetak uang lebih. Hal ini disampaikan pada Rapat Kerja Banggar DPR melalui konferensi video di Jakarta, Senin (4/5).
Namun, Perry menegaskan bahwa BI tak akan mencetak uang berlebihan untuk mengatasi dampak pandemi virus corona. Sebab, hal ini bukanlah praktik kebijakan moneter yang lazim.
"Pandangan itu bukan praktik kebijakan moneter yang lazim dan tidak akan dilakukan di BI," kata Perry saat konferensi pers secara virtual di Jakarta, pekan lalu (6/5).
(Baca: Bukan Masalah Regulasi, Mengapa BI Tak Cetak Uang Lebih Seperti Fed?)
Perry bercerita, banyak pihak yang menginginkan BI bisa mengatasi Covid-19 dengan mencetak uang dan mengucurkan langsung ke masyarakat. Namun, implementasinya tak semudah itu karena peredaran uang berlebih bisa memicu inflasi.
Apalagi, mandat utama BI yakni mengendalikan inflasi dan menstabilkan nilai tukar rupiah. Karena itu, tak bisa disamakan dengan bank sentral negara lain.
Dengan demikian, mekanisme pengedaran uang kartal oleh BI tetap harus memperhatikan inflasi dan sesuai UU Mata Uang dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan. "Ini berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan," ujarnya.
(Baca: Besok, Pemerintah Tarik Utang Lewat Lelang SUN Maksimal Rp 40 Triliun)