OJK Catat 4,3 Juta Debitur Bank Dapat Keringanan Bayar Kredit Rp 391 T

Image title
19 Mei 2020, 14:52
restrukturisasi kredit, OJK, keringanan pembayaran kredit, kredit, perbankan, otoritas jasa keuangan
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Ilustrasi. OJK memperkiraan sebanyak 102 bank berpotensi menjalankan restrukturisasi kredit.

Otoritas Jasa Keuangan  mencatat terdapat 90 bank yang telah memberikan restrukturisasi kredit kepada 4,33 juta debitur terdampak Covid-19 hingga 11 Mei 2020. Nilai kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 391,18 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan dari total kredit yang direstrukturisasi, sebanyak 3,76 debitur merupakan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah dengan nilai kredit mencapai Rp 190,30 triliun.

 “Kami melihat bahwa 90 bank sudah melakukan restrukturisasi, tetapi ada beberapa bank yang masih memilah-milah. Karena memang kondisi per bank dan debitur yang berbeda sehingga ada pula bank yang sudah berlari kencang seperti BRI,” kata Haru dalam konferensi video, Selasa (19/5).

Ia memperkiraan sebanyak 102 bank berpotensi menjalankan restrukturisasi kredit.  Potensi jumlah debitur yang mendapat keringanan kredit mencapai 14,6 juta dengan outstanding kredit Rp 1.275,3 triliun.

Meski Perbankan harus melakukan restrukturisasi pembiayaan bagi nasabah terdampak Covid-19, Heru menegaskan, sektor perbankan masih menunjukkan kondisi yang positif. Ini tercermin dari rasio kecukupan likuiditas atau liquidity coverage ratio (LCR) yang masih disekitar 212,3%.

 “Artinya, bahwa likuiditas bank dalam sebulan ke depan masih cukup kuat. Kami melihat bahwa treshold nya seharusnya 100% tetapi industri mempunyai level yang sehat yaitu 212,3%.” ujarnya.

(Baca: BI Tahan Bunga Acuan 4,5% demi Jaga Rupiah di Tengah Gejolak Corona)

Selain itu, pertumbuhan aset, dana pihak ketiga  maupun penyaluran kredit Perbankan juga masih positif. Hingga akhir Maret 2020, rasio kredit macet atau non performing loan juga masih terjaga di kisaran 2,77%.

Heru menyatakan, rasio permodalan perbankan juga  masih cukup tebal untuk melakukan ekspansi di tahun ini. Hal ini terlihat dari rasio kecukupan modal atawa capital adequacy ratio  bank yang ada di level 21,77% per akhir Maret 2020.

“Walaupun sedikit menurun dari akhir tahun sebesar 22,33%, tapi ini menunjukkan bahwa dalam sisi permodalan perbankan masih kuat," kata dia. 

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Sunarso sebelumnya menjelaskan, dampak pandemi corona belum sepenuhnya terefleksi dalam kinerja perbankan pada kuartal pertama 2020. Hal ini lantaran situasi berat baru mulai dialami pada pengujung Maret.

“Januari dan Februari masih normal. Dampak pandemi corona baru mulai terasa ke perbankan sejak minggu kedua Maret, di mana pergerakan-pergerakan orang mulai dibatasi dan interaksi dalam ekonomi menurun,” ujar Sunarso dalam diskusi virtual Menjaga Perbankan di Tengah Pandemi Covid-19, Jumat (16/5). “Jadi kuartal I kinerja perbankan masih stabil.”

Sepanjang kuartal pertama tahun ini, kredit BRI mampu tumbuh 9,38 % dibandingkan periode yang sama 2019 menjadi Rp 884,27 triliun. Simpanan juga tumbuh 9,8 % menjadi Rp 978,33 triliun, sedangkan laba masih naik 3,3 % menjadi Rp 8,31 triliun.

(Baca: Ancang-ancang Menghadapi Bank Gagal Akibat Pandemi Corona)

Kinerja bank BUMN pada tiga bulan pertama tahun ini, menurut pria yang juga menjabat Ketua Himbara ini, masih cukup mumpuni. Penyaluran kredit Bank BUMN tercatat tumbuh 11,03 % menjadi Rp 2.469,32 triliun, sedangkan simpanan tumbuh 10,03 % menjadi Rp 2.611,45 triliun.

Restrukturisasi kredit tersebut terdiri dari penundaan pokok dan subsidi bunga. Sunarso menegaskan UMKM tak akan sepenuhnya mendapatkan pembebasan bunga, melainkan disubsidi pemerintah. Pemerintah memberikan subsidi 6 % pada kredit UMKM di bawah Rp 500 juta pada tiga bulan pertama dan 3 % pada tiga bulan berikutnya.

Sedangkan untuk kredit dengan plafon Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar, subsidi bunga diberikan 3 % untuk tiga bulan pertama dan 2 % untuk tiga bulan berikutnya. Penundaan pembayaran pokok, menurut Sunarso, berdampak pada likuiditas bank. Sedangkan subsidi bunga membebani pendapatan.

“Dengan modal subsidi bunga berjenjang tersebut, BRI membutuhkan subsidi Rp 5,8 triliun, sedangkan seluruh Himbara Rp 12,11 triliun,” ujarnya.

Sementara itu, likuiditas yang dibutuhkan untuk mengganti penundaan pokok kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 91 triliun khusus untuk BRI atau total Rp 144 triliun untuk seluruh bank BUMN.  “Tentu kami akan ajukan kepada pemerintah, tetapi kami juga akan menarik pinjaman,” kata Sunarso. “Saat ini BRI sudah mengantongi komitmen club deal dengan 13 bank asing US$ 1 miliar dan akan ditarik di Juni.”

Reporter: Muchammad Egi Fadliansyah
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...