Riwayat Perjalanan Virus Corona Sampai ke Indonesia
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman pada awal Mei lalu telah berhasil memetakan sekuens asam nukleat RNA penyusun virus corona, SARS-CoV-2 dari Indonesia. Direktur Eijkman Amin Soebandrio saat itu menyatakan, tiga whole genom sequences (WGS) yang telah dipetakan.
Ketiga genom tersebut berasal dari sampel milik tiga pasien yang dipilih berdasarkan tingkat viral load saat tes polymerase chain reaction (PCR). Alat yang digunakan untuk memetakan sekuen RNA virus corona bernama Next-Generation Sequencing (NGS). Seluruh data sekuens tersebut kemudian diunggah ke pusat data Global Initiative for Sharing All Influenza Data (GISAID).
Sampai 19 Mei, tercatat 9 sekuens genom utuh virus SARS-CoV-2 dari Indonesia yang telah diunggah di GISAID. 7 sekuens dikirim Eijkman dan 2 sekuens lainnya dikirim Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga (LPT UNAIR). Secara global, lebih dari 18.000 sekuens telah diunggah.
Fungsi mengunggah data sekuens ke GISAID untuk memudahkan peneliti membandingkan ribuan sekuens genom virus corona. Sehingga bisa memetakan alur perjalanan virus, jenis mutasinya dari awal merebak sampai saat ini, dan hal lain yang berkaitan dengan penanggulangan covid-19.
Salah satu yang menganalisis data GISAID tersebut adalah organisasi bernama Nexstrain. Analisisnya disajikan dalam bagan filogeni yang menunjukkan keterkaitan antar satu genom dengan genom lainnya. Dari tingkat kemiripan sampai asal penyebarannya ke satu negara.
(Baca: Uji Coba Pertama, Moderna Klaim Vaksinnya Hasilkan Antibodi Corona)
Asal-Usul Virus Corona di Indonesia
Untuk sekuens genom virus covid-19 yang berada di Indonesia, bagan tersebut menunjukkan seluruhnya berasal dari Tiongkok. Namun, seluruhnya sempat singgah terlebih dulu ke beberapa negara lain. Berikut rinciannya:
Pertama, sampel berkode JKT-EIJK2444/2020 yang dikirimkan Eijkman ternyata mirip dengan genom virus corona di Jepang. Jalur pergerakan genom ini adalah dari Tiongkok ke Jepang dan akhirnya ke Indonesia. Genom ini didapat dari hasil analisis tes PCR seorang pasien corona lelaki berusia 57 tahun di laboratorium RS Pondok Indah.
Kedua, sampel berkode JKT-EIJK0317/2020 yang dikirimkan Eijkman mirip dengan virus corona di Uni Emirat Arab. Perjalanan virus ini tercatat dari Tiongkok ke Inggris, lalu ke Amerika Serikat (AS), ke Uni Emirat Arab, dan akhirnya sampai di Indonesia. Genom ini didapat dari hasil analisis tes PCR seorang pasien corona perempuan berusia 29 tahun di laboratorium RS Pondok Indah.
Ketiga, sampel berkode JKT-EIJK0141/2020 yang dikirimkan Eijkman ternyata mirip dengan virus corona di AS. Riwayat perjalanan virus ini adalah dari Tiongkok ke Inggris, berlanjut ke AS dan tiba di Indonesia. Geno mini didapat dari hasil tes PCR terhadap seorang pasien corona lelaki berusia 68 tahun di laboratorium RS Medistra Jakarta.
Keempat, sampel berkode EJ-ITD853SP/2020 yang dikirimkan LPT UNAIR ternyata mirip dengan genom sebelumnya. Riwayat perjalanan virus ini dari data Nexstrain mirip dengan JKT-EIJK0141/2020. Genom ini didapat dari hasil tes PCR atas pasien lelaki berusia 51 tahun di laboratorium RS Siloam Surabaya.
Kelima, genom berkode JKT-EIJK01/2020 yang dikirimkan Eijkman mirip dengan virus corona di AS. Riwayat perjalanannya dari Tiongkok menuju Inggris. Kemudian melanjutkan perjalanan lagi ke AS sebelum tiba di Indonesia. Genom ini didapat dari hasil tes PCR atas pasien lelaki berusia 75 tahun di laboratorium RS Pusat Pertamina, Jakarta.
(Baca: Perkembangan Vaksin Corona Bawa Angin Segar, IHSG Sesi I Melesat 1,82%)
Keenam, sampel berkode JKT-EIJK02/2020 yang dikirimkan Eijkman mirip dengan virus corona di Singapura. Perjalanan virus ini dari Tiongkok menuju Inggris. Melanjutkan perjalanan lagi ke AS. Dari AS menuju Singapura dan akhirnya tiba di Indonesia. Genom ini didapat dari hasil tes PCR pasien lelaki berusia 77 tahun di laboratorium RS Pondok Indah.
Ketujuh, sampel berkode JKT-EIJK03/2020 yang dikirimkan Eijkman mirip dengan virus corona di AS. Riwayat perjalanannya dari Tiongkok menuju Inggris. Dari Inggris melanjutkan ke AS dan akhirnya tiba di Indonesia. Sampel ini didapat dari hasil tes PCR atas pasien corona wanita berusia 25 tahun di laboratorium RS Pondok Indah, Jakarta.
Kedelapan, sampel berkode JKT-EIJK04/2020 yang dikirimkan Eijkman mirip dengan virus corona di Singapura. Riwayat perjalananya dari Tiongkok singgah ke Inggris, berlanjut ke Singapura, dan akhirnya sampai di Indonesia. Sampel ini didapat dari hasil tes PCR terhadap pasien corona laki-laki berusia 62 tahun di laboratorium RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta.
Kesembilan, sampel berkode ITD3590NT/2020 yang dikirimkan LPT UNAIR mirip dengan virus corona di Arab Saudi. Riwayat perjalanan virus ini adalah dari Tiongkok ke Jerman. Dari Jerman berlanjut ke Inggris, lalu ke AS. Dari AS ke Arab Saudi sebelum akhirnya sampai di Indonesia. Sampel ini didapat dari hasil tes PCR terhadap pasien perempuan berusia 53 tahun di laboratorium RS Dr Soetomo, Surabya.
Selain jalur penyebaran, data Nexstrain juga menunjukkan perkiraan moyang genom virus di Indonesia sudah berada di negeri ini sejak akhir Januari. Misalnya, sampel EJ-ITD853SP/2020 yang moyangnya sudah berada di Indonesia pada 12 Januari 2020 sebelum bermutasi menjadi genom tersebut.
(Baca: Risiko New Normal dan Berdamai dengan Corona ala Jokowi)
Membuka Peluang Epidemologi Molekuler
Riwayat tersebut, kata Amin Soebandrio dapat digunakan menelusuri pergerakannya di dalam negeri. Caranya dengan menelusuri pergerakan pasien postif dan yang pernah berkontak dengannya, lalu diverifikasi dengan data molekuler yang tersedia.
“Namanya epidemologi molekuler, di mana kita akan mengetahui apakah satu orang dengan orang lain yang diduga berkontak itu virusnya sama,” kata dia seperti dilansir BBC.
Amin mengilustrasikannya, apabila si B positif setelah dicurigai berkontak dengan si A yang lebih dulu positif, harus dibuktikan lagi dengan melihat genom virus keduanya. Jika mirip, maka si A benar menularkan ke si B.
Indonesia memiliki aplikasi bernama Peduli Lindungi untuk menelusuri pergerakan pasien positif corona. Namun, pemerintah belum pernah mengumumkan hasil penelusuran melalui aplikasi ini ke publik. Sehingga belum dapat diketahui tingkat efektifitasnya.
Namun, pakar virologi Surya University Sidrotun Naim menyatakan dibutuhkan lebih banyak sekuens genom agar epidemologi molekuler bisa berjalan dengan baik. Setidaknya dibutuhkan 100 sekuens untuk membuat kesimpulan akurat. Kini di Indonesia baru ada 15 sekuens dengan 9 yang utuh.
(Baca: Studi Terbaru, Sel T Bantu Pasien Virus Corona Pulih)