Garuda Indonesia Pesimistis Sektor Penerbangan Mampu Pulih Cepat
PT Garuda Indonesia Tbk pesimistis kondisi industri penerbangan mampu pulih cepat dari pandemi virus corona atau Covid-19. Alasannya, masyarakat belum sepenuhnya percaya terkait keamanan penerbangan dari infeksi.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, ke depan orang yang bisa terbang adalah yang harus terbang. Sementara, bagi yang sekadar memilih menggunakan pesawat, belum tentu bisa.
Kesimpulan ini diambil berdasarkan kebijakan yang selama ini dijalankan, baik oleh Kementerian Perhubungan maupun Kementerian Kesehatan.
"Hal ini akan membawa konsekuensi terpuruknya load factor maskapai penerbangan, yang saat ini sudah turun sampai 90%. Jika turun makin dalam, maka akan sulit memulihkan seperti sedia kala," kata Irfan, dalam seminar virtual atau webinar bertajuk 'Penyelamatan Industri Penerbangan dalam Situasi Krisis Covid-19', Selasa (2/6).
Menurut konsensus analis, perkiraan industri penerbangan bisa pulih dalam dua hingga tiga tahun lagi. Namun, Irfan sangsi dengan kondisi seperti saat ini, apakah maskapai penerbangan mampu bertahan selama tiga tahun.
Mempercepat proses pemulihan juga hampir mustahil, karena mengembalikan penumpang, dari 10% menjadi 100% bukan hal yang mudah. Jumlah penumpang sebelum pandemi sulit dicapai kembali, bahkan untuk dua hingga tiga tahun mendatang.
Irfan mengungkapkan, tidak ada jaminan regulasi yang pro ke maskapai penerbangan akan diterima begitu saja oleh konsumen. Berdasarkan survei singkat yang dijalankan Garuda Indonesia, ditemukan mayoritas konsumen sekitar 60% mengambil sikap wait and see.
Oleh karena itu, perlu dipikirkan solusi dari seluruh pemangku kepentingan di industri penerbangan, untuk memastikan bahwa situasi tidak berbeda jauh dibanding sebelum pandemi. Jika pemangku kebijakan bersikukuh bahwa kondisi aman, dikhawatirkan recovery penerbangan bakal makin panjang.
(Baca: Imbas PSBB, Jumlah Penumpang Pesawat April 2020 Turun 81,7% )
Memang, load factor akan naik dari 10% menjadi 30%, dan kemudian 50%, namun dengan persepsi di masyarakat yang masih khawatir tetap saja sulit kembali melonjak hingga 100% dalam waktu singkat. Hal ini jelas akan memukul kembali industri penerbangan, dan waktu pemulihannya bisa lebih panjang dari tiga tahun.
Ia menilai, saat ini pemangku kebijakan tengah terpecah antara pihak yang memastikan kesehatan dan pihak yang ingin ekonomi di sektor penerbangan pulih. Perdebatan antara dua belah pihak ini masih terus terjadi, dan belum ada yang tahu kapan menemui titik tengah.
Namun apapun yang terjadi, sangat penting untuk memastikan persepsi masyarakat terhadap sektor penerbangan kembali ke waktu sebelum pandemi.
Garuda Indonesia sendiri, saat ini lebih fokus pada domain of influence, dan menyerahkan domain of concern kepada pemerintah. Manajemen Garuda Indonesia, kata Irfan, akan fokus memaksimalkan kemampuan yang ada saat ini, seperti charter dan kargo.
Meski maskapai pelat merah ini sudah pasti mendapatkan talangan sebesar Rp 8,5 triliun, namun proses talangan ini tergolong lama. Dalam diskusinya bersama Kementerian Keuangan, Irfan mengatakan berapa pun talangan yang diberikan pemerintah akan diterima, namun ia meminta pemberiannya dipercepat.
"Jangan sampai nanti pemerintah sudah menemui kata sepakat soal pencairan talangan, Garuda sudah lebih berdarah-darah. Kami sekarang masih survival mode, tapi kan mode ini tidak bisa lama-lama," ujarnya.
(Baca: Garuda Indonesia Kandangkan 70% Pesawat Selama Pandemi Corona)