RI Pungut Pajak Digital Mulai Juli, Bagaimana Aturan di Negara Lain?

Image title
4 Juni 2020, 13:06
Warga mengakses layanan film daring melalui gawai di Jakarta, Sabtu (16/5/2020). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi produk digital impor dalam bentuk
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.
Warga mengakses layanan film daring melalui gawai di Jakarta, Sabtu (16/5/2020). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi produk digital impor dalam bentuk barang tidak berwujud maupun jasa (streaming music, streaming film, aplikasi, games digital dan jasa daring dari luar negeri) oleh konsumen di dalam negeri mulai 1 Juli 2020.

Pemerintah Indonesia akan menetapkan pajak pertambahan nilai (PPN) transaksi barang dan jasa tak berwujud oleh pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) asing sebesar 10% mulai 1 Juli.  Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 tahun 2020 yang terbit 5 Mei lalu yang menjadi turunan Pasal 6 Perppu Nomor 1 2020.

Pasal 2 ayat (2) PMK 48/2020 menyatakan, pelaku usaha PMSE luar negeri akan ditunjuk oleh menteri. Sementara kriteria pelaku usaha PMSE asing yang akan ditunjuk sebagai pemungut PPN digital tertuang dalam Pasal 4, yakni nilai transaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa di Indonesia dan jumlah trafik atau pengakses melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan. Jumlah tertentu yang dimaksud akan ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

“Segera setelah aturan ini mulai berlaku yaitu 1 Juli 2020, Dirjen Pajak akan mengumumkan kriteria usaha yang wajib memungut PPN dan daftar pelaku usaha yang ditunjuk,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dirjen Pajak Hestu Yoga Saksama melalui keterangan resmi yang diterima Katadata.co.id pada 30 Mei lalu.

(Baca: Asosiasi E-Commerce Dukung PPN 10% Pada Transaksi Digital)

Namun, sebelum aturan ini berlaku sudah terancam diganjal Amerika Serikat (AS). Wakil Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) Robert Lightitzer, kemarin (3/6) menyatakan pemerintah Paman Sam akan melakukan penyelidikan penerapan pajak digital di 10 wilayah yuridiksi, termasuk Indonesia.

Robert menyatakan, penyelidikan dilakukan karena Presiden AS Donald Trump khawatir peraturan pajak digital di 10 wilayah tersebut akan merembet ke mitra dagang lain dan mendiskriminasi perusahaan digital asal AS.

“Kami siap mengambil semua tindakan untuk membela kepentingan bisnis dan kepentingan kami dari diskriminasi semacam itu,” kata Robert melansir Reuters.  

Wilayah selain Indonesia yang sedang diselidiki adalah Austria, Brazil, Ceko, Uni Eropa, India, Italia, Spanyol, Turki, dan Inggris. USTR pun telah mengirim delegasi untuk berbicara dengan pemangku kebijakan di seluruh wilayah itu. Nantinya, pemerintah AS akan menimbang dan memutuskan perlakuan wilayah mana yang tergolong diskriminasi.   

(Baca: Soal Pajak Streaming Film: Goplay Setuju, iFlix Tunggu Kantor Pusat)

Bagaimana Pajak Digital di Negara Lain?

Melansir laporan dalam situs resmi konsultan pajak KPMG, Austria menetapkan pajak digital sebesar 5% atas omzet layanan iklan yang diberikan penyedia layanan di sana mulai 1 Januari lalu. Pembayaran pajak digital bulanan dilakukan pada hari ke-15 bulan kedua setelah bulan subjek. Misalnya, pembayaran pajak digital untuk Januari 2020 akan jatuh tempo pada pertengahan Maret 2020.

Penyedia layanan digital yang menjadi subjek pajak adalah kelompok perusahaan yang memiliki omzet € 750 juta secara global dan omzet dari layanan iklan digital sebesar € 25 juta dari anak perusahaan di Austria. Namun, setiap perusahaan bisa dikualifikasikan sebagai subjek pajak digital.

Aturan lain adalah, perusahaan yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Uni Eropa harus menunjuk perwakilan fiskal Austria untuk keperluan pajak digital. Sementara bagi yang memiliki bentuk usaha tetap di Uni Eropa dapat menunjuk perwakilan fiskal atau menggunakan layanan daring dari otoritas pajak untuk mengembalikan pajak.

Selanjutnya, pemerintah Spanyol mulai 18 Februari telah menyetujui pemungutan pajak digital sebesar 3%. Secara umum aturan ini menetapkan subjek pajak adalah penyedia layanan digital yang memperoleh pendapatan dari pengguna di Spanyol. Hal ini membuat penetapan PPN bagi setiap transaksi digital.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...