Gubernur BI Sebut Pembiayaan Defisit APBN dari BI Langkah Terakhir
Bank Indonesia (BI) menilai potensi kenaikan pembiayaan untuk menambal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tergolong wajar.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, tahun ini defisit APBN 2020 berpotensi melebar hingga 6,34% dar produk domestik bruto (PDB) atau Rp 1.038,2 triliun. Hal ini, akan mendorong pembiayaan defisit meningkat, termasuk dari BI.
"Pembiayaan APBN above the line dari BI juga akan meningkat. Ini nanti sesuai hitungan dan kesepakatan bersama," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers secara daring, Jumat (5/6).
Meski demikian, Perry meyakini defisit APBN 2020 akan lebih banyak dipenuhi dari pasar. Sehingga, pembiayaan dari BI akan menjadi solusi terakhir atau last resort.
Sebagaimana diketahui, BI saat ini sudah bisa membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar primer dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi virus corona atau Covid-19. Hingga pekan pertama Juni 2020, BI telah membeli Rp 26,05 triliun SBN dari pasar perdana.
"Namun, semakin hari jumlah pembelian SBN oleh BI semakin menurun," ujarnya.
Ia merinci, pada 21-22 April 2020 BI menyerap Rp 4,65 triliun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Kemudian, pada 28-29 April 2020 BI membeli SB sebesar Rp 9,07 triliun. Lalu, pada 5-8 Mei 2020 pembelian SBN oleh BI tercatat sebesar Rp 7,4 triliun, termasuk di dalamnya melalui skema private placement sebesar Rp 3,67 triliun.
(Baca: BI & Kemenkeu akan Berbagi Beban Surat Utang untuk Biayai Defisit APBN)
Selanjutnya, pada 12 Mei 2020, BI tercatat membeli SBN sebesar Rp 1,77 triliun, dan pada 18 Mei 2020 pembeliannya tercatat sebesar Rp 1,17 triliun. Terakhir, pada pekan pertama Juni Rp 2,09 triliun.
Berdasarkan bahan paparan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pembiayaan anggaran tahun ini naik Rp 186,3 triliun dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2020 yang sebesar Rp 852,9 triliun menjadi Rp 1.039,2 triliun. Hal ini sudah sesuai dengan besaran outlook defisit APBN 2020.
Pembiayaan utang tercatat naik Rp 213,9 triliun dari Rp 1.006,4 triliun menjadi Rp 1.220,3 triliun. Outlook pembiayaan utang ini naik, untuk membiayai pelebaran defisit anggaran dan tambahan pembiayaan investasi.
Pembiayaan investasi tercatat naik Rp 24,6 triliun dari Rp 229,3 triliun menjadi Rp 253,9 triliun. Ini sudah termasuk tambahan pembiyaan investasi BUMN yang menjadi bagian pendanaan program pemulihan ekonomi nasional.
Rinciannya, untuk PT Hutama Karya sebesar Rp 7,5 triliun, PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Rp 1,5 triliun, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia Rp 6 triliun, dan PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) sebesar Rp 500 miliar.
Selain itu, tambahan pembiayaan investasi juga berasal dari pembiayaan pendidikan yang naik Rp 27,7 triliun. Kenaikan ini untuk menjaga rasio anggaran pendidikan sebesar 20% dari belanja negara.
(Baca: BI Sudah Kantongi Surat Utang Pemerintah Rp 443,48 Triliun)