Survei TNP2K Sebut 12,17% Peserta Kartu Prakerja Bukan Pengangguran
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melaksanakan survei terhadap peserta kartu prakerja. Hasilnya menunjukkan 12,17% responden penerima manfaat merupakan pekerja atau karyawan atau buruh.
Sedangkan sebanyak 80,8% responden merupakan pengangguran. Sebagian dari mereka menyatakan tidak bekerja atau tidak berusaha karena terdampak pandemi corona. Kemudian, sebanyak 7,1% responden memiliki usaha.
"Jadi mayoritas penganggur saat melamar program prakerja," kata Ekonom Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Elan Satriawan dalam konferensi pers virtual, Senin (8/6).
Survei dilakukan pada 19 Mei-1 Juni 2020 atau saat peserta telah melaksanakan pelatihan dan menerima insentif. Survei tersebut meliput 202 ribu sampel.
(Baca: Pemerintah Segera Buka Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang Keempat)
Survei juga menunjukkan rentang usia penerima kartu prakerja antara 18-68 tahun. Kelompok usia 35 tahun ke bawah menjadi kelompok dominan, yaitu sebesar 88%, usia 18-25 tahun sebanyak 47,7%, dan 26-35 tahun sebanyak 38,3%.
Elan mengatakan jumlah pendaftar yang didominasi oleh pengangguran sejalan dengan tingkat pengangguran nasional yang didominasi oleh usia muda. Data Sakernas pada Februari 2020 menunjukkan 16,28% merupakan penganggur muda.
Kemudian, pendidikan terakhir penerima kartu prakerja didominasi SMA/SMK sebanyak 58,93%, S1 sebanyak 25,27%, dan kelompok pendidikan lain tidak lebih dari kisaran 5%. Data tersebut juga sesuai dengan tingkat pengangguran nasional yang didominasi oleh kelompok dengan pendidikan SMK sebanyak 8,49%.
Selain itu, survei menunjuan mayoritas penerima manfaat telah memiliki minat pada training tertentu saat mendaftar dan cenderung konsisten pada pilihan tersebut. Sebanyak 85% responden menyatakan jenis pelatihan yang akhirnya dipilih sama dengan topik yang ia minati.
Selanjutnya, sebanyak 4.106 responden menyatakan menggunakan insentif tunai sebesar Rp 600 ribu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selebihnya, 1.229 orang mengatakan insentif digunakan untuk modal usaha, 1.101 orang menyatakan insentif untuk membiayai kebutuhan mencari kerja, dan 905 orang menyatakan untuk ditabung.
Kemudian, sebanyak 611 responden menyatakan insentif digunakan untuk membayar kredit atau utang, serta 67 responden menyatakan untuk memberi pinjaman.
(Baca: Keraguan Kucuran Aneka Bansos Bisa Meredam Laju Kemiskinan)
Meski begitu, ada sejumlah kendala yang dihadapi peserta kartu prakerja. Survei menyebutkan sebanyak 17,37% mengalami kesulitan mengakses kartu prakerja. Sedangkan sebanyak 12,86% menyatakan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tahapan pendaftaran kartu prakerja.
Direktur Riset Katadata Insight Center Mulya Amri mengatakan kartu prakerja telah sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat sat ini. "Responden sebagian besar mengalami kehilangan pekerjaan," ujar dia.
Namun, ia mengatakan peserta kartu prakerja perlu menyumbangkan waktu dan biaya untuk mengikuti kartu prakerja. Biaya tersebut diperlukan untuk membeli pulsa guna mengakses program kartu prakerja.
"Mereka harus keluar pulsa dan 50% itu biaya pulsanya di atas Rp 50 ribu. Dari waktu, lebih dari 50% membutuhkan waktu lebih dari 4 jam," ujar dia.
Ia juga juga menyoroti perlunya seleksi peserta kartu prakerja. Sebab, masih ada peserta yang tidak membutuhkan pekerjaan tapi masih bisa lolos seleksi kartu prakerja.
Ia menilai masalah tersebut bis diselesaikan dengan kelengkapan database masyarakat yang membutuhkan pekerjaan. "Ini masalah database negara kita. database kondisi warga miskin mana yang butuh pekerjaan, ini masih jadi polemik dan menjadi pekerjaan rumah ke depan," ujarnya.
(Baca: Pemerintah Godok Konsep Asuransi Pengangguran untuk Korban PHK)