Harga Minyak Turun Lagi ke US$ 38 Akibat Potensi Permintaan Anjlok
Harga minyak mentah global kembali turun akibat kekhawatiran permintaan yang bakal kembali anjlok, dan stok minyak Amerika Serikat (AS) yang menembus rekor.
Mengutip Bloomberg, Jumat (12/6) pukul 06.45 WIB, harga minyak Brent di pasar ICE Futures untuk kontrak pengiriman Agustus 2020 anjlok 7,62% menjadi US$ 38,55 per barel.
Sementara, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) di pasar New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk kontrak pengiriman Juli 2020, turun 1,54% menjadi US$ 35,78 per barel.
Pelaku pasar dilaporkan khawatir terkait potensi pulihnya permintaan minyak, seiring dengan makin meningkatnya kasus baru positif virus corona atau Covid-19. Angka positif Covid-19 di AS tercatat telah melampaui 2 juta kasus, dan angka kasus positif sedikit naik setelah sebelumnya turun selama lima pekan.
Meski beberapa negara bagian telah memberlakukan pelonggaran karantina wilayah atau lockdown, konsumsi bahan bakar tercatat masih 20% di bawah tingkat normal. Hal ini menunjukkan konsumen masih bersikap hati-hati menyikapi pelonggaran lockdown.
Prospek permintaan minyak makin suram setelah Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell, bahwa kondisi akhir-akhir ini bakal membatasi permintaan konsumsi masyarakat AS.
(Baca: Harga Minyak Melemah, Dipengaruhi Lonjakan Stok Minyak AS)
"Serangkaian lonjakan kasus di beberapa negara bagian akan merusak kepercayaan masyarakat untuk berpergian," kata Jerome Powell, dilansir dari Reuters, Jumat (12/6).
Jika permintaan tidak pulih, perusahaan minyak dan pemilik tanker (shipper) akan dihadapkan kembali pada kondisi oversupply. Di sisi lain, persediaan minyak AS secara mengejutkan meningkat 5,7 juta barel akhir pekan lalu, menjadi 538,1 juta barel.
Stok bensin AS juga tumbuh lebih dari yang diharapkan menjadi 258,7 juta barel. Persediaan sulingan, yang meliputi diesel dan minyak pemanas, naik 1,6 juta barel, meski kenaikannya lebih kecil dari minggu-minggu sebelumnya.
Selain itu, beberapa negara produsen minyak (OPEC) belum mematuhi komitmen pemangkasan produksi. Nigeria misalnya, dilaporkan melampaui kuota pemangkasan produksi dengan besaran kurang lebih 100.000 barel per hari (bpd) per 31 Mei 2020.
"Kenyataannya tingkat persediaan bahan bakar global terlalu banyak. Secara fundamental, pergerakan harga masih diiringi faktor-faktor yang memberatkan, namun pelaku pasar cenderung menutup mata," Director of Market Research Tradition Energy Gene McGillian.
(Baca: Harga Minyak Menguat, Analis Justru Khawatir Anjlok Lagi karena 3 Hal)