Sri Mulyani Perkirakan Ekonomi Kuartal II Minus 3,1% Akibat PSBB
Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II akan turun minus 3,1% karena pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar secara penuh pada periode tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, kebijakan PSBB ini diterapkan di wilayah dengan perekonomian terbesar seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kegiatan ekonomi yang terhenti di pusat perekonomian tersebut berdampak secara nasional.
Meski demikian hal tersebut memang harus dilakukan guna mengurangi penyebaran virus. "Namun kami harapkan pertumbuhan negatif hanya terjadi di kuartal kedua saja," kata kata Sri Mulyani dalam konferensi video, Selasa (16/6).
(Baca: Anjloknya Impor Barang Modal & Bahan Baku Ancam Pertumbuhan Ekonomi RI)
Sri Mulyani menyebut perekonomian RI secara keseluruhan akan sangat ditentukan oleh pemulihan di kuartal ketiga dan keempat. Jika pada kedua kuartal tersebut ekonomi tidak membaik, proyeksi perekonomian 2020 tentunya akan semakin memburuk.
Menurut ia, hingga saat ini pemerintah masih akan menggunakan skenario pertumbuhan ekonomi 2020 di level minus 0,4% hingga 2,3%. "Meski kita sebenarnya sudah mendekati 0% hingga 1%," kata dia.
Dengan demikian, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini akan terus melihat perkembangan yang ada dan terus memitigasi risiko penurunan ekonomi.
(Baca: Bank Dunia Prediksi 71 Juta Orang Menjadi Sangat Miskin Akibat Pandemi)
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun ini mencapai 2,97%, lebih rendah dari proyeksi Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya sebesar 4,6%. Anjloknya pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini terutama terimbas pandemi virus corona.
Ekonomi Indonesia pada kuartal I terkontraksi sebesar 2,41% dibandingkan kuartal keempat tahun lalu. Realisasi kondisi perekonomian domestik pada tiga bulan pertama tahun ini sejalan dengan penurunan yang dialami oleh berbagai negara di seluruh dunia.
Meski begitu, sektor pertanian masih mengalami pertumbuhan tertinggi secara kuartalan mencapai 9,46%. Sedangkan secara tahunan, pertumbuhan tertinggi masih dicatatkan sektor keuangan dan jasa asuransi mencapai 10,67%.
Di sisi lain, mayoritas sektor ekonomi tumbuh melambat secara tahunan. Industri pengolahan tumbuh 2,06%, melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 3,85%. Perdagangan melambat dari 5,21% menjadi 1,6%, konstruksi melambat dari 5,91% menjadi 2,9%, dan sektor pertambangan dari 2,32% menjadi 0,43%.
Kemudian, sektor transportasi turun curam dari 7,55% pada periode yang sama tahun lalu menjadi 1,27%. Berdasarkan sub sektornya, angkutan rel turun cukup dalam -6,96% dan angkutan udara -13,31%. Sektor penyediaan akomodasi makanan dan minuman juga turun cukup dalam dari tumbuh 6,41% pada kuartal I 2019 menjadi 1,95%.
Sementara berdasarkan komponen pengeluarannya, perlambatan signifikan terjadi pada konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 2,84% dibanding periode yang sama tahun lalu 5,02%. Investasi atau pembentukan modal tetap bruto melambat dari 5,03% menjadi 1,7%, dan konsumsi pemerintah dari 5,22% menjadi 3,74%.
Adapun konsumsi LNPRT terkontraksi sebesar 4,91% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Padahal, pada kuartal I 2019, komponen ini tumbuh 16,96%. Sementara ekspor dan impor juga tercatat terkontraksi masing-masing -1,58% dan -2,19%.
(Baca: Ekspor Melemah, RI Dituntut Lebih Adaptif dengan Kebutuhan Pasar Dunia)