Antropolog Sebut Masyarakat Indonesia Sulit Adopsi Protokol Jaga Jarak
Sekretaris Jenderal Asosiasi Antropologi Indonesia Dian Rosdiana menilai upaya mengubah perilaku masyarakat Indonesia untuk merapkan protokol jaga jarak cukup sulit dilakukan. Padahal, langkah ini dinilai penting untuk mencegah penularan virus corona.
“Kalau kita berpijak pada tiga perilaku, yaitu jaga jarak, pakai masker, dan cuci tangan pakai sabun. Hal yang paling sulit akan diadopsi itu yang pertama, yakni jaga jarak,” kata Dian dalam diskusi virtual, Selasa (23/6).
Menurut Dian, perilaku jaga jarak sulit diterapkan karena masyarakat Indonesia sudah memiliki budaya kekeluargaan dan kedekatan sejak dulu kala. Kedua budaya tersebut telah mengakar dalam kebiasaan masyarakat Indonesia sehari-hari.
(Baca: Pemerintah Melihat Warga Kurang Disiplin untuk Jaga Jarak saat CFD)
Untuk bisa mengadopsi perilaku jaga jarak di tengah masyarakat, pemerintah usaha keras dan membutuhkan waktu yang tak sebentar. “Untuk mengadopsi jaga jarak itu membutuhkan waktu,” kata Dian.
Oleh karena itu, menurutnya pemerintah harus terus mensosialisasikan penerapan jaga jarak kepada masyarakat melalui pendekatan komunikasi interpersonal.
Menurut Dian, pemerintah akan sulit mensosialisasikan penerapan jaga jarak jika hanya dikomunikasin melalui media massa. Sebab, media massa dinilai kurang mampu membangun kedekatan emosional dengan masyarakat sebagaimana melalui komunikasi interpersonal.