Pertamina: Proyek Pembangunan Kilang Baru Tak Terganjal Corona
PT Pertamina (Persero) menyatakan pandemi virus corona tak mempengaruhi pelaksanaan pembangunan proyek kilang minyak baru. Perusahaan pelat merah ini memastikan proyek tersebut bakal rampung sesuai target yang telah ditentukan.
Chief Excutive Officer PT Kilang Pertamina Internasional Subholding Refining and Petrochemical Ignatius Tallulembang mengatakan, pembagunan refinery development master plan (RDMP) Balikpapan misalnya, terus dilanjutkan pada masa pandemi dengan 5300 tenaga kerja tetap bekerja. Selama pengerjaan ia membuat protokol kesehatan yang ketat, seperti menjaga jarak antar para pekerja dan anjuran untuk selalu disiplin mencuci tangan.
“Pekerja tetap stay di sana. Alhamdullilah bisa kelola dengan baik dan tak ada yang terpapar. Ada satu dua terindikasi, tapi kami lakukan penanganan dengan baik,” katanya dalam diskusi daring bertema Masa Depan Kilang Minyak Indonesia Dalam Mewujudkan Kemandirian Energi Nasional, Sabtu (27/6).
(Baca: Pengusaha Ungkap Alasan Swasta Enggan Investasi di Hulu Migas)
Tak hanya di Balikpapan, pembuatan desain di proyek RMDP Cilacap juga tetap dilakukan di masa pandemi. Restorasi pantai, pemagaran, dan land clearing di Grass Root Refinery (GRR) Tuban tetap berjalan. Maka, target penyelesaian beberapa kilang minyak baru akan sesuai jadwal.
“Selama pandemi banyak perusahaan lakukan PHK, tetapi di dalam pengelolaan project justru ini kami pertahankan. Ini artinya, tetap bisa menjamin pendapatan pekerja sekaligus masyarakat disekitar project tersebut,” ujar dia.
Di sisi lain, kata dia, pengadaan dan lelang proyek pembangunan kilang baru ini juga masih tetap berjalan, misalnya proses lelang GRR Tuban. Malahan, GRR Tuban diperkirakan bakal selesai akhir 2023 atau lebih cepat daripada target sebelumnya. Ia pun menjamin kaidah-kaidah standar internasional tetap terlaksana dan tak menurunkan kualitas meskipun target penyelesaian dikebut.
“Justru dengan cara-cara ini kita bisa menghasilkan efisiensi. Kita bisa menghasilkan penghematan biaya investasi,” katanya.
(Baca: Kejar Target RI Bebas Impor BBM, Pertamina Butuh Investasi Rp 720 T)
Ignatius menyatakan Covid-19 hanya mempengaruhi beberapa kegiatan proyek. Salah satunya jumlah tenaga kerja engineering berkurang. Namun, ia optimistis upaya-upaya yang telah dilakukan bakal cepat mempercepat penyelesaian beberapa proyek yang belum sempat dikerjakan tersebut.
“Sehingga secara keseluruhan tata waktu penyelesaian optimis selesai sesuai target yang telah ditentukan,” jelasnya.
Ignatius mengungkapkan, pembangunan kilang selama ini lambat dikerjakan lantaran terkendala beberapa faktor. Ia mencontohkan kilang minyak yang terintegrasi dengan industri petrokimia membutuhkan lahan minimal seluas 1000 hektare (ha). Padahal, menurutnya sulit menemukan lahan sebesar itu di Pulau Jawa.
Masalah lahan lain adalah di salah satu proyek yang bakal dibangun di GRR Tuban. Di situ lahannya tak sepenuhnya milik pemerintah, melainkan beririsan juga dengan lahan masyarakat.
“Nah, dengan dukungan Pemerintah satu per satu kendalanya bisa kita lalui. UU Nomer 2 tentang lahan untuk kepentingan umum, sudah bisa lakukan,” katanya.
(Baca: Conocophilips Harap Batas Minimal Pembelian Gas Industri Tak Dihapus)
Hambatan lainnya, kata Ignatius, bisnis kilang minyak ini membutuhkan investasi besar dan hasilnya pun jangka panjang. Misalnya, untuk satu kilang minyak yang terintegrasi dengan industri petrokimia membutuhkan pembiayaan sebanyak US$ 10 milliar hingga US$ 16 milliar. “Di GRR Tuban saja kita butuh investasi sebesar itu,” ujarnya.
Hal sama disampaikan Direktur Pembinaan Program Migas Soerjaningsih. Oleh karena itu, pemerintah mendorong swasta untuk berinvestasi di bisnis hulu migas sejak 2001. Namun, ia mengakui terdapat beberapa kendala yang dialami oleh pihak swasta yang ingin berivestasi di hulu migas.
Soerjaningsih menyatakan, solusi dari masalah itu adalah pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomer 146 Tahun 2015. Dengan beleid ini Pemerintah menugaskan PT Pertamina untuk pelaksanaan proyek di hulu migas tersebut.
Untuk mengakselerasi pelaksanaannya, pemerintah lantas menerbitkan Perpres Nomer. 3 Tahun 2016 terkait fasiltas proyek strategis nasional (PSN). Hal ini karena pembangunan kilang minyak dikalsifikasikan sebagai PSN. Harapannya, pemerintah bakal memfasilitasi perizinan maupun non-perizinan yang menghambat.
“Pemerintah ambil alih dan baru mulai berjalan pada tahun 2015 dengan perpres 146 2015. Ini bakal dapat dilalui melalui percepatan-percepatan yang difasilitasi di dalam Perpres ini masuk PSN,” katanya.
(Baca: Menteri ESDM Terus Dorong Penurunan Harga Gas Untuk Industri dan PLN)