Tak Efektif Kurangi Kerumunan, Anies Cabut Aturan Ganjil Genap Pasar
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bakal menghapuskan kebijakan ganjil-genap di pasar tradisional pada masa perpanjangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) fase transisi dua pekan ke depan. Pasalnya, kebijakan itu dinilai tidak efektif mengurangi kerumunan di pasar yang berisiko meningkatkan penularan virus corona atau Covid-19.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan bahwa dalam pelaksanaannya di lapangan jumlah pengunjung tidak berkurang dengan adanya aturan tersebut. Hal itu justru membuat penyebaran virus di pasar meningkat seiring dengan peningkatan kerumunan.
"Jalan yang dicoba kemarin ganjil-genap ternyata tidak efektif kemudian kami sekarang akan mengendalikan dengan cara membatasi jumlah pengunjung, jadi kami pantau orangnya," kata Anies saat menggelar konferensi pers di Balaikota, Jakarta Rabu (1/7).
Menurut dia, penghapusan aturan ganjil-genap dilakukan setelah mengevaluasi selama sebulan masa transisi PSBB. Selain itu, pihaknya juga telah menampung aspirasi-aspirasi yang disuarakan para pedagang.
(Baca: Perpanjang PSBB Transisi, Anies Perketat Pengawasan Pasar dan KRL)
Oleh karena itu, kebijakan ganjil-genap bakal dihapuskan dan lebih mengutamakan pengendalian jumlah orang sebelum masuk dibandingkan mengendalikan jumlah pengunjung di dalam pasar.
"Ini juga bagian dari proses pembelajaran kami bahwa dalam menghadapi Covid-19 ini harus membuka pikiran dan harus mau melihat kondisi kenyataan di lapangan untuk melakukan penyesuaian kebijakan," katanya.
Penerapan kebijakan tersebut sebelumnya mendapatkan penolakan oleh Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) yang menilai aturan tersebut sangat merugikan dan tak menjadi solusi tepat mencegah penularan wabah.
Ketua Umum Ikapi Abdullah Mansuri mengatakan, aturan ganjil-genap dapat dilakukan sebagai opsi terakhir jika protokol kesehatan lain terbukti tidak efektif diterapkan di pasar tradisional. Aturan ini pun dianggap terburu-buru diterapkan, ketika protokol kesehatan belum sepenuhnya dijalankan.
(Baca: Ikatan Pedagang Klaim 92% Pasar Tradisional di Indonesia Bebas Covid)
"Aturan itu harusnya jadi pilihan terahir jika memang yang lainnya tidak bisa dijalankan. Tapi kalau tiba-tiba memutuskan menutup pasar tolong sisi ekonomi dan sosialnya diperhatikan juga," kata dia kepada Katadata.co.id, medio pertengahan Juni.
Menurut dia, kebijakan ganjil-genap pada kios-kios pedagang di pasar tradisional justru semakin meningkatkan potensi kerumunan dan risiko penularan virus. Sebab, jumlah pedagang yang berjualan hanya separuh dengan jumlah pengunjungnya tetap sama.
Tak hanya itu, dari sisi ekonomi pedagang pun sangat dirugikan. Karena banyak bahan dagangan yang dijual pedagang pasar merupakan barang tak tahan lama dan cepat busuk jika dijual dua hari berikutnya lantaran kios tutup.
"Ganjil-genap membuat pedagang dengan jenis dagangan yang tidak tahan lama sangat kesulitan. Contoh pedagang ayam yang tidak bisa menjual dagangannya, pasti akan dibagikan atau dibuang, bagaimana bisa untung?," kata dia.
(Baca: Barang Busuk dan Tak Efisien Alasan Pedagang Tolak Ganjil Genap Pasar)
Adapun menurut data Ikappi per tanggal 26 Juni 2020 jumlah pedagang pasar tradisional di seluruh Indonesia yang terpapar virus corona mencapai 768 orang yang tersebar di 147 pasar. Dari jumlah tersebut, 32 orang dinyatakan meninggal dunia positif Covid-19.