SKK Migas: Inpex Takut Lanjutkan Proyek Masela karena Harga LNG Jatuh
Pandemi corona telah memukul harga komoditas, termasuk harga minyak dan gas bumi. Hal itu membuat sejumlah proyek migas di Tanah Air terganggu.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas menyatakan harga gas jenis LNG jatuh karena pandemi corona. Bahkan harga komoditas tersebut menyentuh US$ 2 per MMBTU pada Juni 2020 .
Meskipun harga mulai naik pada awal bulan ini, kejatuhan harga tersebut membuat kontraktor migas ragu melanjutkan proyeknya di Indonesia. "Saat ini harganya US$ 2,2 per MMBTU. Ini yang membuat ketakutan project owner seperti Abadi Masela untuk mengeksekusi proyek ke depan," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam diskusi virtual pada Kamis (2/7).
Meski begitu, Dwi optimistis kondisi industri hulu migas akan lebih baik ke depannya. Dia bahkan memproyeksi harga LNG akan kembali naik pada Desember 2020.
(Baca: SKK Migas Sebut Proyek Masela Bisa Mundur Setahun Imbas Pandemi Corona)
Berdasarkan catatan SKK Migas, proyek Abadi Blok Masela pada tahun ini telah masuk ke tahap aktivitas persetujuan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Hingga April 2020, prosesnya telah mencapai 45,33% dari target 47,96% pada bulan tersebut.
Proyek Blok Masela juga telah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Lokasi Pengadaan Lahan untuk Pelabuhan Kilang LNG Abadi pada 1 Juni 2020. Kilang tersebut rencananya dibangun di Kepulauan Tanimbar.
Selain itu, Inpex selaku operator Blok Masela telah memulai proses Front End Engineering Design (FEED) untuk proyek LNG di darat, Floating Production and Offloading (FPSO), pipa gas ekspor, serta Subsea Umbilical, Riser, and Flowline (SURF).
Proyek tersebut ditargetkan mulai beroperasi pada kuartal kedua 2027. Setahun lebih lambat dari target awal pemerintah.
Produksi gas berupa LNG dari Blok Masela diproyeksi mencapai 9,5 MTPA dan gas pipa 150 mmscfd. Blok tersebut juga menghasilkan kondensat sebesar 35 ribu barel per hari. Untuk investasi proyek Masela, Inpex Corporation harus menggelontorkan dana hingga US$ 19,8 miliar.