Berstatus Negara Pendapatan Menengah Atas, RI Rentan Turun Kelas Lagi
Bank Dunia mengelompokkan Indonesia ke dalam negara berpendapatan menengah atas. Namun ekonom menilai, Indonesia rentan kembali menjadi negara berpendapatan menengah bawah.
Salah satu penyebabnya, pertumbuhan kenaikan penghasilan per tahun masyarakatnya tergolong lambat. “Kalau ada wabah Covid-19 dan terjadi resesi, bisa kembali turun kelas,” ujar Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal kepada Katadata.co.id, Minggu (5/7).
Negara berpendapatan menengah ke atas menurut Bank Dunia, yakni memiliki Penghasilan Nasional Bruto (PNB/GNI) sekitar US$ 4.046-US$ 12.535. Sedangkan PNB Indonesia hanya US$ 4.050 pada Juli 2020.
Itu artinya, Indonesia berada di batas bawah kategori negara berpenghasilan menengah atas. (Baca: Strategi Jokowi Agar Indonesia Tak Masuk Jebakan Pendapatan Menengah)
Oleh karena itu, Faisal menilai Indonesia memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan untuk meningkatkan pendapatan. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi bisa ikut terdongkrak.
Salah satu caranya, mendorong industri manufaktur karena menciptakan lapangan pekerjaan dalam jumlah besar. "Ini dilakukan oleh Asia Timur, seperti Korea, Jepang dan Thailand," ujar dia.
Lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia rerata harus berkisar 7-8% supaya terlepas dari jebakan kelas menengah (middle income trap), dan menjadi negara maju. Upaya yang bisa dilakukan yakni mendorong konsumsi rumah tangga.
Jebakan kelas menengah merupakan suatu keadaan ketika negara berpendapatan menengah tidak dapat keluar dari tingkatan ini untuk menjadi negara maju. (Baca: RI Naik Kelas, Jokowi: Harus Jadi Peluang Lepas Jebakan Kelas Menengah)
Sedangkan Ekonom Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, Indonesia butuh tambahan PNB US$ 8.450 untuk bisa menjadi negara maju. “Setara dua kali lipat PNB per kapita pada 2020. Artinya, perjalanannya masih panjang,” kata dia.
Oleh karena itu, Indonesia harus meningkatkan upayanya hingga dua kali lipat supaya menjadi negara maju. Apalagi, saat ini menghadapi krisis ekonomi akibat pandemi corona.
Kendati begitu, Bhima menilai bahwa pandemi ini menjadi waktu yang tepat untuk menata kembali struktur ekonomi, dengan memperkuat industrialisasi. (Baca: Luhut Kaget RI Masuk sebagai Negara Berpenghasilan Menengah ke Atas)
Selain itu, produk ekspor perlu didorong dengan memberikan nilai tambah. Dengan begitu, eksportir tidak hanya bergantung pada keringanan fasilitas tarif.
Di sisi lain, motor ekonomi harus diubah dari industri konvensional menjadi berbasis teknologi dan inovasi. "Kita kan punya kelas produktif yang besar. Sayang kalau motor ekonominya balik lagi ke komoditas sawit dan ekstraktif seperti tambang batu bara," ujar dia.
(Baca: Bank Dunia Naikkan Status Indonesia, Apa Keuntungannya?)