Buronan Joko Tjandra Tak Hadir di Pengadilan, Sidang PK Ditunda
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Joko Sugiarto Tjandra hingga Senin (20/7). Majelis Hakim yang dipimpin Hakim ketua Nazar Effriadi memutuskan menunda sidang hingga karena buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan hak tagih (cassie) Bank Bali tersebut tak dapat hadir di pengadilan.
Joko Tjandra yang mengajukan PK atas vonis dua tahun dalam kasus korupsi dalam kasus Bank Bali, sudah dua kali tak menghadiri sidang PK dengan alasan sakit. Sidang sebelumnya digelar pada sekitar akhir Juni 2020, juga ditunda karena Joko tak hadir.
(Baca: Mahfud Perintahkan Jaksa Agung Tangkap Buron Joko Tjandra)
Kuasa hukum Joko Tjandra Andi Putra Kusuma mengatakan kliennya masih menjalani pengobatan di salah satu rumah sakit di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, dia tak mengetahui penyakit yang diderita Joko Tjandra. "Beliau (Joko Tjandra) sakit, kami sudah minta surat keterangannya supaya bisa dipertanggungjawabkan di persidangan. Dalam surat keterangan itu juga tidak dijelaskan secara spesifik sakitnya," kata Andi dikutip dari Antara, Senin (6/7).
Joko Tjandra menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak 2009, dan dikabarkan tinggal di Papua Nugini. Joko Tjandra sempat mengajukan permohonan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni lalu.
Andi menyatakan kliennya hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan permohonan PK. "Hadir, bertemu dengan tim kami untuk masukkan PK-nya," kata Andi.
(Baca: Jadi Buron dan Lolos dari Intel Kejaksaan, Siapa Joko Tjandra?)
Tekait kabar status kewarganegaraannya yang telah berubah, Andi menyatakan belum pernah melihat bukti kewarganegaraan Joko Tjandra sebagai warga negara Papua Nugini. Saat mengajukan PK, Joko Tjandra menyertakan KTP. "Tapi kemarin di PK itu dimasukkan dengan menggunakan KTP DKI," kata Andi.
Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin sempat mengungkapkan kekecewaannya karena Joko yang sempat berada di Indonesia selama beberapa hari untuk mendaftarkan PK. Burhanuddin mengatakan informasi itu baru diketahuinya dan langsung mengklarifikasi kepada pengadilan.
Ia mengakui lolosnya informasi tersebut menunjukkan kelemahan deteksi intelijen kejaksaan. Namun ia juga heran tak berfungsinya sistem pencekalan.
Seharusnya, kata Burhanuddin, Joko tidak bisa masuk ke Indonesia."Bila sudah terpidana, seharusnya pencekalan ini terus-menerus dan berlaku sampai tertangkap," kata Burhanuddin pada 29 Juni lalu.
Pada 2000 lalu Joko diseret pengadilan dalam kasus tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali. Hakim pengadilan negeri memutuskan Joko lepas dari segala tuntutan karena perbuatannya tersebut bukanlah tindak pidana melainkan perdata.
Kejaksaan Agung pada Oktober 2008 kemudian mengajukan peninjauan kembali kasus tersebut. Pada Juni 2009 Mahkamah Agung menerima peninjauan kembali yang diajukan dan menjatuhkan hukuman penjara dua tahun kepada Joko, selain denda Rp 15 juta.
Namun, Joko mangkir dari pengadilan Kejaksaan untuk dieksekusi, sehingga kemudian yang bersangkutan dinyatakan sebagai buron dan diduga telah melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini.
(Baca: Jaksa Agung Akui Intelijen Lemah Tak Tahu Joko Tjandra di Jakarta)