Ratusan Ilmuwan Sebut Covid-19 Bisa Menyebar Melalui Udara
Sebanyak 239 ilmuwan dari 32 negara menyatakan dalam surat terbuka bahwa virus corona bisa menyebar melalui udara. Para ilmuwan tersebut meminta Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO merevisi rekomendasinya.
Para ilmuwan tersebut menyatakan ada bukti bahwa partikel kecil Covid-19 dapat menginfeksi manusia. Penemuan tersebut rencananya dipublikasikan dalam jurnal ilmiah pada pekan depan.
Pemimpin Teknikal dalam Pencegahan Infeksi WHO, Dr. Benedetta Allegranzi mengatakan, bukti virus menyebar melalui udara tidak menyakinkan. "Dalam beberapa bulan terakhir, kami telah menyatakan beberapa kali bahwa transmisi melalui udara mungkin, tapi tidak didukung bukti yang kuat dan jelas. Ada debat yang kuat tentang hal ini," ujar Allegranzi dilansir dari nytimes.com pada Senin (6/7).
Pada 29 Juni 2020, WHO menyatakan penyebaran Covid-19 melalui udara bisa terjadi hanya melalui prosedur medis yang memproduksi udara, atau tetesan yang lebih kecil dari 5 mikron. Satu mikron setara dengan sepersejuta meter.
Menurut WHO, ventilasi udara yang baik dan masker N95 perlu menjadi perhatian dalam kondisi tersebut. Namun, panduan pengendalian infeksi dari organisasi itu sebelum dan selama pandemi lebih menekankan pentingnya mencuci tangan.
Padahal, hanya ada bukti terbatas yang menunjukkan penyebaran virus melalui permukaan. The Centers for Disease Control and Prevention bahkan menyebut penyebaran virus melalui permukaan memainkan peran yang kecil.
(Baca: Ahli Epidemiologi: Kalung Eucalyptus Tak Bisa Diklaim Antivirus Corona)
Wawancara nytimes.com dengan sekitar 20 ilmuan yang termasuk konsultan WHO menyebut virus corona dapat menyebar melalui percikan pernafasan yang keluar saat bersin. Namun, para ilmuwan itu juga menyebut virus bisa menyebar melalui udara dan dapat menginfeksi orang ketika dihirup.
Para ilmuwan menyatakan komite pencegahan dan pengendalian infeksi terikat oleh pandangan yang kaku dan terlalu medis tentang bukti ilmiah. Orgranisasi tersebut juga dinilai lambat dan tidak mau mengambil risiko dalam memperbarui panduannya.
"Saya benar-benar frustasi mengenai isu aliran udara dan ukuran partikel. Jika kita meninjau kembali mengenai aliran udara, kita harus siap mengubah banyak hal," ujar Ahli Epidemiologi Universitas New South Wales di Sydney Mary-Louise McLaws.
Pada awal April 2020, 36 ahli kualitas udara dan aerosol mendesak WHO untuk mempertimbangkan munculnya banyak bukti transmisi virus corona melalui udara. Organisasi itu memberikan respon tepat dengan menghubungi pemimpin grup dan konsultan jangka panjang WHO, Lidia Morawska, untuk mengatur pertemuan.
Namun, diskusi didominasi para ahli yang mendukung metode cuci tangan. Panduan dari komite pun tidak berubah.
Padahal Morawska dan ilmuwan lainnya menunjuk beberapa insiden yang mengindikasikan penularan virus melalui udara, terutama di ruang tertutup yang berventilasi buruk. Menurut mereka, ada perbedaan buatan dari WHO terkait aerosol kecil dan tetesan yang lebih besar. Pasalnya, orang yang terinfeksi menghasilkan keduanya.
"Kami sudah tahu sejak 1946 bahwa batuk dan berbicara menghasilkan aerosol," kata ahli penularan virus melalui udara di Virginia Tech Linsey Marr.
Para ilmuwan saat ini belum dapat menumbuhkan virus corona dari aerosol di laboratorium. Namun, bukan berarti virus corona tidak menyebar melalui udara.
Marr mengatakan sebagian besar sampel dalam percobaan berasal dari kamar rumah sakit dengan aliran udara yang baik yang akan melemahkan tingkat virus. Padahal, sebagian besar bangunan memiliki aliran udara yang lebih rendah dan memungkinkan virus menumpuk di udara dan menimbulkan risiko yang lebih besar.
Marr dan para ilmuwan lainnya mengatakan bahwa virus corona paling menular ketika orang-orang berada dalam kontak berkepanjangan dari jarak dekat, terutama di dalam ruangan yang bisa menimbulkan peristiwa supersebar (superspreader event). Hal itu persis seperti yang diekspektasikan para ilmuwan terkait penyebaran melalui transmisi aerosol.