RUU Perlindungan Data Perlu Memuat Sanksi Tegas untuk Fintech Ilegal
Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang sedang dibahas di DPR dapat memberi sanksi tegas terutama pada fintech ilegal.
“Keberadaan RUU PDP ini untuk bagaimana kami (fintech lending) memiliki legal framework,” kata Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR pada Senin (6/7).
Adrian mengatakan asosiasi mempunyai kode etik (code of conduct) yang salah satunya mengatur pemanfaatan data pribadi pengguna. Selama ini penerapan kode etik diawasi oleh majelis etik yang independen. “RUU PDP akan mendorong pengawasan yang lebih efektif,” ujarnya.
(Baca: 91 Juta Data Pengguna Tokopedia yang Bocor Masih Bisa Diunduh Gratis)
Kode etik mengatur bagaimana akses data, proses penagihan, sampai batasan bunga atau bagi hasil yang diterapkan fintech lending. “Kalau transaksi dengan yang legal, data, penagihan, bunga sudah clear ada batas atasnya,” ujar Adrian.
Tahun lalu, ada dua penyelenggara fintech pinjaman yang melanggar kode etik tersebut, asosiasi kemudian memberi sanksi. Penyelenggara fintech pinjaman itu mengakses data pengguna yang tidak sesuai ketentuan. Sesuai kode etik, perusahaan hanya boleh mengakses kamera, microphone, dan lokasi. Namun, fintech pinjaman tersebut malah mengakses kontak pengguna.
Salah satu fintech lainnya menetapkan bunga pinjaman melebihi ketentuan, yakni 0,9% per harinya. Padahal, AFPI menetapkan biaya pinjaman termasuk bunga, biaya administrasi, dan sebagainya maksimal 0,8% per hari.