Ekspor Produk Kehutanan Januari-Juni 2020 Anjlok 5% Imbas Covid-19
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan kinerja ekspor produk kehutanan turun hingga 5% pada periode Januari-Juni 2020 dibandingkan periode yang sama tahun lalu imbas pandemi corona atau Covid-19.
Sekretaris Jenderal KLHK/Plt Direktur Jenderal PHPL, Bambang Hendroyono mengatakan bahwa pandemi Covid-19 berdampak pada kinerja usaha hulu hingga hilir sektor kehutanan. Bahkan ekspor sempat turun hingga 8,3% pada periode Januari-Mei.
Bambang menilai kinerja ekspor sedikit membaik pada periode Januari-Juni 2020 dengan penurunan yang susut menjadi hanya minus 5% sebagai capaian positif di tengah pandemi yang sedang berlangsung.
"Meski pertumbuhannya masih di bawah nol, tetapi tidak turun lebih jauh. Ini mengindikasikan kinerja ekspor kehutanan masih berada pada jalur yang positif," ujarnya melalui siaran pers yang diterima Katadata.co.id, Kamis (16/7).
(Baca: Menteri LHK Target Perpres Perdagangan Karbon Rampung Agustus)
Kinerja sektor hulu kehutanan di masa pandemi Covid-19 untuk produksi kayu bulat hutan alam periode Januari–Juni 2020 turun sebesar 3,90% dibanding periode yang sama 2019. Sedangkan dari sisi produksi kayu bulat hutan tanaman justru meningkat sebesar 21,50%.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo menjelaskan, merebaknya wabah telah telah menekan kinerja sektor usaha kehutanan. Pasalnya, negara-negara tujuan ekspor produk olahan kayu saat ini juga masih berjuang melawan pandemi.
Sebut saja seperti Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa, serta Korea Selatan. Mereka saat ini menjadi episentrum penyebaran wabah.
"Januari belum ada pandemi, ekspor kita naik 2,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Februari naik 2,3%. Maret mulai terdapat kasus Covid-19 dan ekspor mulai turun -1,9%, April dan Mei tidak ada kontainer keluar masuk, makin turun -4,3% hingga -8,4%, pada bulan Juni terjadi rebound, nilai ekspor kita naik, meskipun masih -5%," kata dia.
(Baca: Pemerintah Siapkan Aturan Perkebunan Sawit dalam Kawasan Hutan)
Sebagai informasi, nilai ekspor produk kayu bersertifikat legal pada 2015 senilai US$ 9,84 miliar atau Rp 143 triliun, kemudian 2016 US$ 9,2 miliar (Rp 134 triliun), pada 2017 US$ 10,9 miliar (Rp 159 triliun), pada 2018 US$ 12,1 miliar (Rp 177 triliun). Namun pada 2019, nilai ekspor turun 4% dari tahun sebelumnya menjadi hanya US$ 11,6 miliar (Rp 169 triliun).
Strategi KLHK Perbaiki Kinerja Ekspor
Untuk meningkatkan kinerja industri kayu, Bambang menjelaskan KLHK telah melakukan cara kerja baru dalam mengelola hutan produksi secara lestari. Pengelolaan hutan produksi dilakukan dengan pendekatan landscape, kemudian analisis spasial untuk melihat area rawan karhutla, konflik tenurial, dan mengintegrasikan sektor hulu-hilir, dan pasar.
"Ketika ditemukan masalah di lapangan, secepatnya untuk menemukan solusi. Terakhir adalah integrasi program baik untuk usaha hulu kehutanan, industri di hilir, serta untuk pasar," kata dia.
(Baca: Rehabilitasi Hutan, Menteri LHK Usulkan Tambahan Anggaran Rp 5,3 T)
Tak hanya itu, beberapa kebijakan untuk mendorong peningkatan produktivitas industri kehutanan, KLHK melakukan beberapa langkah seperti di sektor hulu dengan mempercepat pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan pengembangan Agroforestry di areal kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri pada Hutan Produksi atau IUPHHK-HTI.
Kemudian di sektor industri hilir, beberapa kebijakan pemerintah adalah dengan usulan peningkatan luas penampang produk ekspor industri kehutanan, memperluas keberterimaan pasar dengan memperkokoh penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan fasilitasi sertifikasi untuk usaha kecil menengah.
“SVLK telah berkontribusi secara signifikan pada peningkatan kinerja ekspor produk industri kehutanan. Ke depan, kami menargetkan pemulihan kinerja ekspor produk industri kehutanan lebih baik lagi, yaitu meningkatkannya ke level positif secepat mungkin," kata Bambang.
(Baca: Ekspor Berpotensi Terimbas Corona, Gapki: Konsumsi Sawit Tertolong B30)