Dirut Baru Garuda Siapkan Strategi Kurangi Beban Utang Rp 49 Triliun

Image title
24 Januari 2020, 20:57
Garuda Indonesia, Dirut Baru Garuda, Utang Garuda Indonesia
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan memiliki pengalaman di perbankan meski berlatar belakang IT.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Irfan Setiaputra membeberkan sejumlah langkah yang akan dilakukan untuk membenahi utang perseroan. Total kewajiban maskapai BUMN ini hingga September 2019 mencapai US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 49 triliun.

"Saya memang  berlatar belakang IT, tetapi pernah enam tahun di bank. Utang menjadi concern kami dan ada beberapa alternatif," ujar Irfan di Jakarta, Jumat (24/1). 

Irfan menjelaskan, pihaknya antara lain akan melakukan upaya negosiasi dan menarik utang baru. Ia juga membuka kemungkinan untuk merekrut konsultan atau tenaga profesional agar memperoleh utang dengan biaya yang lebih murah. 

"Kami juga akan selalu mengupayakan pengurangan utang dengan membuat perusahaan profit. Kalau enggak profit. Utang meningkat, ini menjadi perhatian kami," jelas dia. 

(Baca: Erick Thohir Minta Irfan Setiaputra Bereskan Masalah Garuda Indonesia)

Salah satu yang juga menjadi fokus utama Irfan adalah melakukan negosisi ulang kepada pabrikan dan lessor atau perusahaan leasing. Hal ini lantaran biaya leasing merupakan salah satu beban biaya terbesar perusahaan selain bahan bakar.

"Namun, saya akan berikan jaminan bahwa ini tidak akan berdampak pada selamatan," kata dia. 

Sementara terkait pelunasan utang jatuh tempo pada Juni mendatang sebesar US$ 500 juta, menurut dia, rencananya akan ditutup dengan penarikan utang baru. 

(Baca: Pengusaha Harap Direksi & Komisaris Garuda akan Turunkan Tiket Pesawat)

Sebelumnya, Garuda berencana mencari pendanaan dengan total US$ 900 juta atau setara Rp 12,59 triliun untuk membayar sebagian utang jatuh tempo. Namun, rencana tersebut dibatalkan.

Dalam keterangannya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko Fuad Rizal mengatakan, pembatalan itu karena perusahaan belum memiliki laporan keuangan limited review atau laporan keuangan audit hingga pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Januari mendatang.

"Laporan keuangan audit dapat dijadikan dasar penentuan transaksi material," ujarnya dikutip dari keterbukaan informasi, Selasa (31/12).

Reporter: Fariha Sulmaihati
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...