Rapat dengan Jokowi, Sri Mulyani Sebut BUMN Tangani Keuangan Jiwasraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan, pemerintah terus berupaya menyelesaikan masalah keuangan yang dialami PT Asuransi Jiwasraya. Penanganan Jiwasraya saat ini dilakukan Kementerian BUMN.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani setelah melakukan rapat dengan Presiden Joko Widodo, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/12).
Rapat digelar selama dua jam sejak pukul 14.00 WIB. “Penanganan dari Jiwasraya akan tetap dilakukan oleh Menteri BUMN dengan terus berkoordinasi dengan kami di Kementerian Keuangan,” ujar Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah sudah menyiapkan beberapa langkah untuk mengatasi masalah Jiwasraya. Namun, ia enggan mejabarkan lebih detail.
Dia hanya memastikan bahwa langkah-langkah tersebut tengah diupayakan oleh pemerintah. Pemerintah juga akan terus berupaya menjaga kepercayaan nasabah Jiwasraya, terutama yang saat ini masih kesulitan melakukan pencairan klaim.
“Enggak terlalu banyak yang bisa saya sampaikan hari ini,” kata Sri Mulyani. (Baca: Cerita Moeldoko soal Eks Dirkeu Jiwasraya Masuk Istana )
Erick sebelumnya menyampaikan salah satu langkah yang akan dilakukan pemerintah dengan membentuk holding BUMN asuransi. Menurut Erick, pembentukan holding BUMN asuransi ini dapat menghasilkan dana segar hingga Rp 1,5-2 triliun per tahun untuk memperbaiki arus kas Jiwasraya.
Dengan demikian, para nasabah tak lagi kebingungan mencairkan dana mereka. “Ini supaya ada kepastian pendanaan buat para nasabah per hari ini,” kata Erick.
Erick mengatakan, Jokowi akan menyetujui pembentukan holding BUMN asuransi hari ini. Setelah disetujui Jokowi, proses pembentukan holding BUMN asuransi akan memakan waktu 1-2 bulan.
Selain membentuk holding, Erick mengaku memiliki dua strategi lain untuk penyelamatan Jiwasraya. Hanya saja, ia enggan mengungkapkan strategi tersebut.
“Tentu saya belum bisa bicara langkah kedua dan ketiga secara korporasi, nanti takutnya salah persepsi. Tapi pemerintah pasti akan berikan solusi, supaya ada kepastian,” ucap Erick.
(Baca: Erick Sebut Jokowi Beri Persetujuan Holding BUMN Asuransi Hari Ini)
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko sebelumnya mengatakan permasalahan yang dialami perusahaan yang dipimpinnya sudah dialami sejak bertahun-tahun lalu. Namun, ia baru mengetahui masalah ini setelah mulai memimpin pada akhir tahun lalu.
Hexana juga mengatakan tidak menemukan hasil audit keuangan perusahaan yang kredibel dalam lima tahun terakhir, kecuali audit Badan Pemeriksa Keuangan pada 2015.
Ia menjelaskan, salah satu sumber permasalahan Jiwasraya adalah gagal dalam pembentukan harga produk Saving Plan. Pada produk tersebut, Jiwasraya menjanjikan imbal hasil tinggi kepada nasabah yang tak sesuai dengan kondisi pasar.
Perusahaan juga sebelumnya tidak hati-hati dalam menginvestasikan premi. Berdasarkan aturan OJK, 30% premi harus diinvestasikan ke surat utang negara. Namun, Jiwasraya malah menempatkan sebagian besar investasi pada reksadana dan saham.
"Sebab, kalau pakai surat utang negara itu tidak akan pernah mengejar janji return ke nasabah. Makanya, ke saham dan reksadana saham," ujar Hexana.
(Baca: Tak Cuma Mantan Pengurus Jiwasraya, DPR Minta Periksa Juga Pejabat OJK)
Selain itu, Jiwasraya tidak melakukan tata kelola perusahaan yang baik atau GCG. “GCG tidak diterapkan dengan baik, jadi tidak ada kontrol yang baik. Audit investasi bahkan tidak ada selama ini, baru ada 2018," kata dia.
Berdasarkan dokumen RDP Jiwasraya sebelumnya, pembentukan holding masuk dalam salah satu skema penyelamatan BUMN asuransi ini. PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia atau BPUI yang digadang-gadang akan menjadi induk usaha.
Nantinya, Bahana diharapkan dapat memberikan suntikan modal kepada Jiwasraya dengan menebitkan obligasi subordinasi atau mandatory convertible bond atau MCB. Adapun MCB tersebut akan diserap oleh sejumlah BUMN dan diperkirakan menghasilkan tambahan likuiditas untuk Jiwasraya mencapai Rp 7 triliun.
Per September 2019, ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp 24 triliun seperti terlihat dalam databoks di bawah ini. BUMN diperkirakan membutuhkan likuiditas mencapai Rp 32 triliun untuk memenuhi ketentuan permodalan OJK atau RBC sebesar 120%.