Sriwijaya Air Rombak Jajaran Direksi, Citilink Tuntut Penjelasan

Image title
11 September 2019, 16:33
sriwijaya air, citilink, garuda indonesia, perombakan direksi sriwijaya air, perjanjian kerja sama manajemen
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi pesawat Citilink Indonesia. Citilink menuntut penjelasan dari Sriwijaya Air atas perombakan direksi yang dilakukan pada Jumat 6 September 2019 lalu.

Perombakan susunan direksi perusahaan PT Sriwijaya Air oleh dewan komisaris berujung masalah. Pasalnya, PT Citilink Indonesia yang memiliki perjanjian kerja sama manajemen (KSM) dengan Sriwijaya, tidak dilibatkan dalam proses perombakan direksi maskapai penerbangan tersebut.

Dalam perjanjian KSM pasal 5 ayat 1 (c) antara dua maskapai penerbangan tersebut menyatakan bahwa kewajiban bagi Citilink untuk melakukan seleksi atas pengurus Sriwijaya dan anak dari Sriwijaya. Sehingga, menurut Citilink, sepatutnya Sriwijaya berkoordinasi dengan Citilink sebelum melakukan tindakan apa pun terkait manajemen Sriwijaya.

Namun Pada Jumat 6 September 2019, Komisaris Sriwijaya Air melakukan pemberhentian sementara terhadap Direktur Utama Joseph Adriaan Saul, Direktur SDM dan Pelayanan Harkandri M. Dahler, dan Direktur Komersial Joseph Tendean, tanpa berkoordinasi terlebih dahulu dengan Citilink.

Begitu pula ketika komisaris Sriwijaya Air memutuskan untuk menunjuk Anthony Raimond Tampubolon untuk menjabat sebagai pelaksana tugas (Plt) pada ketiga posisi tersebut. Karena terikat perjanjian KSM, hari ini, Rabu (11/9), Citilink memanggil pemegang saham Sriwijaya Air untuk meminta penjelasan dan klarifikasi.

(Baca: Lakukan Efisiensi, Sriwijaya Air Kejar Target Laba Rp 300 M Tahun Ini)

Pemanggilan tersebut dituangkan dalam surat Citilink bernomor CITILINK/JKTDZQC/LTR-20243/0919, atas arahan dari Kementerian BUMN yang merupakan pemegang saham pengendali Garuda Indonesia yang merupakan entitas induk dari Citilink.

Dalam surat tersebut Citilink menegaskan, hingga saat ini perseroan dan Sriwijaya masih terikat perjanjian KSM. Perjanjian KSM tersebut dilakukan dalam kerangka penyelesaian utang-utang Sriwijaya kepada beberapa BUMN yaitu BNI, GMF Aero Asia, dan Pertamina.

Kisruh di Sriwijaya Air Bukan yang Pertama

Kisruh di Sriwijaya Air soal Dewan Komisaris bukan kali ini saja. Dewan Komisaris Sriwijaya pernah dirombak pada pertengahan Agustus lalu karena Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai adanya rangkap jabatan di dewan komisaris maskapai tersebut.

Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara Danadiputra menjabat sebagai Komisaris Utama Sriwijaya. Lalu, Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah dan Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo menduduki kursi Komisaris Sriwijaya Air.

(Baca: KPPU: BUMN Anggap Rangkap Jabatan Dirut Garuda Tak Langgar Aturan)

Dalam catatan Katadata.co.id pada 1 Juli 2019, Anggota Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Saragih menjelaskan, dugaan pelanggaran tersebut berbeda dari posisi Direktur Utama Garuda Indonesia yang biasanya menjadi Komisaris Utama Citilink.

Pasalnya Citilink merupakan entitas anak Garuda Indonesia, sedangkan Sriwijaya hanya terikat dengan perjanjian KSO saja. Terlebih KSM itu menjadikan Garuda Indonesia mampu mengendalikan operasional Sriwijaya Air.

Pengambialihan operasional itu dilakukan karena Sriwijaya masih memiliki saldo utang kepada Garuda per 30 September 2018 sebesar US$ 9,33 juta. Dari jumlah tersebut, sekitar US$ 4,32 juta akan jatuh tempo dalam setahun atau per 30 September 2019.

Dalam beberapa hal, KSO memang masih dimungkinkan karena konteks bisnis. Sehingga, Guntur mengatakan, ada banyak model KSO antar-perusahaan. "Tapi, model KSO yang mengendalikan kegiatan pamasaran, orang-orang Garuda ditempatkan di Sriwijaya, direksi dan komisaris rangkap, itu melanggar Pasal 26 UU Nomor 5 Tahun 1999," katanya.

(Baca: Terancam Sanksi KPPU, Dirut Garuda Mundur dari Komisaris Sriwijaya Air)

Rangkap jabatan tersebut, menurut dugaan KPPU, merupakan satu kejadian yang berkaitan dengan dugaan kartel harga tiket pesawat yang dilakukan oleh Garuda Indonesia dengan Lion Air. KPPU menilai, kartel tidak akan efektif kalau pelaku usaha lainnya tidak ikut dalam kongkalikong tersebut, dalam hal ini Sriwijaya dan AirAsia.

Jika tidak ikut menaikkan harga tiket pesawat, maka kemungkinan konsumen akan berpindah ke Sriwijaya dan Air Asia. Namun, Sriwijaya dikendalikan oleh Garuda Indonesia melalui KSO dan, dugaan KPPU, Air Asia diboikot oleh beberapa travel agen. Salah satu yang sempat ramai diduga melakukan boikot itu adalah Traveloka.

"Jadi, sempurna kartelnya. Ke mana konsumen harus beralih? Jadi, ini satu rangkaian dugaan pelanggaran di maskapai," kata Guntur. Ia mengaku, KPPU cukup banyak mengerahkan sumber daya untuk ini. "Jangan-jangan, ini perkara industri terbesar sepajang sejarah KPPU," ucapnya.

(Baca: Meski Bahan Lengkap, KPPU Tunda Sidang Kartel Pesawat Bulan Depan)

Reporter: Ihya Ulum Aldin

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...