Charoen Pokphand Anggarkan Rp 2,6 Triliun untuk Ekspansi Produksi
Perusahaan pakan ternak PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), siap menggelontorkan investasi Rp 2,6 triliun pada tahun ini. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk mendukung kegiatan ekspansi perseroan di lini bisnis pakan ternak, peternakan ayam dan makanan minuman olahan.
Presiden Direktur Charoen Pokphand Tju Thomas Efendi, mengatakan divisi pakan akan mengambil sebagian besar alokasi investasi tahun ini yaitu sebesar 40% atau sekitar Rp 1 trilun.
"Kami sedang mempersiapkan pembangunan satu pabrik pakan ternak baru di daerah Jawa Tengah serta satu pabrik juga di Sumatera yang sampai saat ini kami masih dalam proses pencarian lahan," ujar Tju usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perseroan di Jakarta, Rabu (23/5).
Pabrik berkapasitas produksi 60.000 ton per tahun ini ditargetkan rampung dan siap beroperasi pada semester I 2019.
Selain ekspansi pabrik pakan, investasi perusahaan tahun ini sebanyak 35% atau sekitar Rp 910 miliar rencananya juga akan digunakan pengembangan bisnis peternakan, 15% untuk bisnis makanan dan minuman Charoen untuk mendukung peningkatan kapasitas varian produk lewat pembelian mesin serta 10% sisanya dianggarkan sebagai capex rutin.
(Baca : Modernisasi Kandang, Japfa Kerek Belanja Modal Jadi Rp 2,5 Triliun)
Tju mengaku optimistis industri pakan ternak tahun ini masih memiliki potensi pertumbuhan seiring dengan tingkat konsumsi daging ayam Indonesia yang masih relatif rendah atau sekitar 12,8 kilogram per kapita per tahun. Angka itu jauh di bawah Malaysia yang sudah mencapai 40 kilogram per kapita per tahun.
Selain itu, fokus pemerintah dalam pembangunan kawasan pedesaan dengan dana desa diharapkan bisa mendorong perekonomian yang lebih merata serta meningkatkan daya beli dan konsumsi.
Sementara dari sisi produksi, kebijakan pemerintah yang sejak tahun lalu mulai melakukan swasembada jagung, juga dinilai postif untuk mengurangi ketergantungan perusahaan terhadap bahan baku impor. Akibatnya, produksi pakan saat ini menjadi lebih efisien karena bahan baku jagung bisa didapat dari dalam negeri, hanya kedelai saja yang saat ini masih diperoleh dari impor.
Dengan potensi pertumbuhan pasar, kegiatan ekspansi yang didukung oleh efisiensi internal, perseroan optimistis tahun ini bisa mencapai target pertumbuhan pendapatan sebesar 12% dari tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 46,4 triliun. Sedangkan untuk laba bersih, tahun ini perseroan mematok pertumbuhan sebesar 20% dibanding realisasi laba tahun lalu sebesar Rp 2,5 triliun.
(Baca : Indonesia Ekspor Perdana 6 Ton Nugget Ayam ke Jepang)
Selain Charoen, emiten pakan ternak lain yang berencana ekspansi dengan menaikan belanja modalnya tahun ini adalah PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). Perusahaan berencana menyiapkan belanja modal (capital expanditure / capex) sebesar Rp 2,5 triliun sepanjang 2018 yang sebagian besar akan digunakan untuk moderinasi kandang ayam.
Wakil Presiden Direktur Japfa Bambang Budi Hendarto menyatakan kebutuhan renovasi kandang ternak saat ini sudah mendesak. “Mulai 1982 kita dirikan, perlu modernisasi kandang-kandang ayam supaya lebih efisien dan hasil produktivitas per kandang lebih baik,” kata Bambang di Hotel Harris Jakarta, Kamis (5/4).
Karenanya untuk modernisasi kandang ternak tersebut, Japfa akan menganggarkan mencapai Rp 1 triliun dari total belanja modal. Adapun sisa belanja modal nantinya akan digunakan untuk pengembangan dryer dan silo sebesar Rp 700 miliar, investasi sistem close house Rp 400 miliar, rumah potong dan alat prosesnya Rp 150 miliar, perluasan produk vaksin Rp 100 miliar serta ekspansi budidaya udang sebesar Rp 200 miliar.
Selain itu, perseroan juga berencana melakukan perluasan pabrik pakan di Medan dengan investasi senilai Rp 500 miliar. Dengan pengembangan itu, perusahaan dengan pangsa pasar terbesar kedua untuk produk pakan ternak dan usaha peternakan anak ayam usia sehari (day old chick/DOC) itu berharap kinerja perusahaan bisa membaik dari tahun sebelumnya.
Pasalnya, pada 2017 Japfa mencatat penurunan laba bersih signifikan hingga 51,6% menjadi Rp 997,3 miliar dari periode sebelumnya sebesar Rp 2,06 triliun. Selain karena tekanan beban, Bambang beralasan laba bersih pada 2016 memang naik signifikan lantaran perusahaan melakukan penjualan aset berupa usaha penggemukan sapi di Australia.