5 Rekomendasi Wisata Majene di Sulawesi Barat
Kabupaten Majene merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Barat Provinsi Sulawesi Barat. Sebagian besar penduduk Majene merupakan Suku asli Sulbar, Suku Mandar.
Secara geografis Kabupaten Majene memiliki kontur wilayah seperti palung, sehingga kawasan ini memiliki bentang alam pegunungan dan lembah sekaligus. Pesona alam daerah ini lah yang menjadi daya tarik wisata Majene.
Meski potensi wisata Majene belum dikenal secara luas oleh para wisatawan, pesonanya tetap layak menjadi salah satu rekomendasi destinasi berlibur.
Dilansir dari laman dispar.sulbarprov.go.id, berikut rekomendasi destinasi wisata Majene untuk wisatawan.
1. Pantai Dato
Pantai Dato pertama kali dibuka pada tahun 1998. Pantai ini berada di Dusun Pangale, Kelurahan Baurung, Kecamatan Banggae Timur. Daya tarik pantai ini adalah keberadaan pasir putih dan pemandangan batuan karang. Di sepanjang garis pantainya, para wisatawan dapat menemukan kepiting, kerang, dan hewan laut kecil.
Dengan perairan lepas pantai yang cenderung tenang dan dangkal, ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan di pantai ini mulai dari bermain pasir, berenang, memancing, dan menyelam. Di dalam air ada terumbu karang yang masih terjaga dengan baik.
Di kawasan wisata Majene ini, para wisatawan juga dapat mencicipi kuliner khas Majene yaitu ikan terbang dan ikan seribu. Bahkan, jika wisatawan berkunjung ke Pantai Dati pada bulan Agustus hingga September, akan berkesempatan menyaksikan ajang Sandeq Race atau balapan perahu khas Mandar.
2 Makam Raja-raja Banggae
Makam Raja-raja Banggae berada di Jalan Ondongan, Kampung Pangali-ali, Kecamatan Banggae. Keberadaan area pemakaman ini bisa menjadi bukti eksistensi peradaban Suku Mandar. Kompleks ini merupakan pemakaman bagi raja atau mara’dia dan anggota hadat Banggae.
Kemunculan hadat Banggae sendiri diperkirakan pada masa pemerintahan Daenta Melanto (Mara’dia Banggae II) saat bergabungnya Totoli kedalam kerajaan Banggae.
Secara keseluruhan ada 471 makam di kompleks seluas 1,6 hektare tersebut dan ini menjadikannya sebagai kompleks makam adat terluas di Sulawesi Barat. Keunikan dari kompleks adat ini adalah pusaranya terbuat dari batu padas atau batu karang yang dipahat.
Bentuk pusara juga lebih besar dan disusun dari batu pahat sedemikian rupa dengan sistem kuncian yang tidak mudah terlepas. Pada pusara juga terdapat berbagai motif ukiran seperti kaligrafi, geometri, swastika, hiasan antropomorfis dengan motif manusia dan binatang, dan motif bunga.
Namun, di sana tidak ada prasasti atau petunjuk tulisan yang menjelaskan siapa yang dimakamkan beserta waktunya.
3. Buttu Pattumea
Buttu Pattumea merupakan destinasi wisata yang memiliki perpaduan keindahan alam pegunungan dan sejarah. Objek wisata satu ini ada di Dusun Timbogading, Desa Betteng, Pamboang atau sekitar 22km dari pusat kota Majene. Untuk akses ke Buttu Pattumea dapat ditempuh melewati Jalan trans Sulawesi menuju Pasar Pamboang di Desa Tinambung sampai ke Desa Betteng.
Sesampainya di Buttu Pattumea, para wisatawan akan disambut dengan pemandangan berupa gunung-gunung yang membentang luas dan menjulang tinggi. Dari ketinggian, panorama di sekitar pun sungguh mengagumkan, mulai dari birunya laut, pemukiman di sekitar Majene, hingga gemerlap lampu ketika malam tiba.
Di Buttu Pattumea juga telah disediakan fasilitas untuk para wisatawan seperti kolam renang, spot foto, aula, kafe, dan gazebo. Selain itu ada pula monumen bersejarah yaitu Benteng Ammana I Wewang setinggi 4,2 meter.
4. Pusat Kuliner Somba
Kawasan kuliner ini merupakan surganya pecinta makanan. Para wisatawan dapat menempuh perjalanan sekitar 45 menit dari ibukota kabupaten Majene untuk sampai di sini. Para wisatawan dapat menikmati bermacam-macam makanan khas Majene, seperti jepa atau seringkali disebut dengan 'Pizanya Tomandar' atau Pizanya orang Mandar.
Harga yang ditawarkan pun tidak akan membuat dompet jebol. Untuk menyantap satu porsi jepa lengkap dengan ikan terbang bakar, hanya dibanderol mulai dari Rp20.000.
5. Museum Mandar
Museum Mandar berada di Jalan Raden Suradi No. 17, Kecamatan Banggae. Museum ini memiliki 1.304 buah koleksi, mulai dari koleksi geologi, geografi, numismatik, heraldik, filologi, keramik, biologi, etnografi, arkeologi, sejarah, seni rupa, dan teknologi.
Memasuki museum, para wisatawan akan melihat nuansa seperti berada di rumah sakit. Memang gedung ini awalnya berfungsi sebagai rumah sakit dan telah dibangun oleh Belanda beberapa dekade sebelum kemerdekaan.
Beberapa koleksi di museum ini antara lain pakaian pengantin Mara’dia (Raja) dan bangsawan adat atau Topia yang secara keseluruhan disesuaikan dengan status sosial. Kemudian ada pula koleksi alat musik tradisional Mandar, yaitu ganrang, sattung, kanjilo, dan permainan tradisional seperti gasing dan pakkaracangang.
Di museum ini juga ada seekor ular sawah yang diawetkan dan panjangnya sekitar 8 meter.
Pada sayap kiri bangunan, terdapat truktur kerajaan Pamboang, Sendana, Banggae, dan silsilah raja-raja Balanipa Mandar, dari raja pertama I Manyambungi sampai raja ke-53 I Puang Monda’.
Selain itu ada ruangan tempat menyimpan replika 3 panji kebesaran, yaitu I Macan dari kerajaan Banggae, I Naga dari kerajaan Pamboang, dan Cakkuriri dari kerajaan Sendana.
Koleksi unik lain di Museum Mandar adalah patung batu berbentuk kepala manusia, tiga cincin ukuran raksasa, sarkofagus, koleksi corak sarung Mandar, miniatur rumah adat, perkakas tradisional, alat tenun, perkakas pertanian dan nelayan, senjata tradisional, hingga perlengkapan upacara adat, dan perhiasan.