Mengenal Tradisi Omed-omedan, Ajang Cari Jodoh di Tanah Dewata
Tradisi Omed-omedan adalah tradisi yang digelar oleh para anak-anak muda di Bali. Tradisi ini dilakukan saat Ngembak Geni atau hari pertama setelah perayaan Hari Raya Nyepi. Saat ini, wilayah yang masih melaksanakan Tradisi Omed-omedan adalah Banjar Kaja, Desa Sesetan, Denpasar, Bali.
Tradisi Omed-omedan ini pun sudah berada sejak dulu pada abad ke-17, di mana pada zaman dulu ada dua ekor babi hutan yang bertarung sehingga keadaan tersebut membuat masyarakat Desa Sesetan merasa nasibnya kurang baik pada saat kejadian tersebut.
Dalam Tradisi Omed-omedan muda-mudi setempat dikelompokkan menjadi dua grup, yakni grup teruna (pria) dan grup teruni (wanita). Sebelum ritual omed-omedan dimulai, seluruh peserta yang mengikuti tradisi ini melakukan upacara persembahyangan bersama di Pura Banjar.
Ketika melakukan persembahyangan, peserta memohon kebersihan hati dan kelancaran dalam pelaksanaan ritual omed-omedan. Setelah semua peserta melakukan sembahyang, kemudian akan ditampilkan pertunjukan tari Barong Bangkung (Barong Babi) untuk mengingat kembali peristiwa beradunya sepasang babi hutan yang ada di Desa Sesetan tersebut.
Kemudian kedua grup pria dan wanita ini mulai berbaris dan berhadap-hadapan yang akan dipandu oleh para polisi adat (pecalang). Selanjutnya, secara bergantian akan dipilih seseorang dari masing-masing kelompok untuk diangkat, kemudian diarak pada posisi paling depan barisan.
Kedua grup kemudian saling beradu dan kedua pria dan wanita yang berada di paling depan harus saling berpelukan satu sama lain. Lalu saat keduanya saling berpelukan, masing-masing grup tadi mulai menarik kedua temannya hingga terlepas, dan jika pria dan wanita tidak dapat dilepaskan, panitia akan menyiramnya dengan air hingga basah semua.
Selanjutnya grup pria dan wanita bertemu dan berpelukan erat, lalu akan saling beradu pipi, kening, hingga bibir.
Salah Arti
Terkadang Tradisi Omed-omedan disalah artikan oleh masyarakat di luar Bali. Tradisi Omed-omedan ini dianggap sebagai tradisi salah kaprah karena merupakan ritual ciuman masal dari Desa Sesetan. Namun terlepas dari hal tersebut, Tradisi Omed-omedan merupakan salah satu tradisi yang unik dan masih sangat terjaga hingga saat ini.
Dilansir dari Denpasarkota.go.id, di masa lampau masyarakat Desa Sesetan memandang Tradisi Omed-omedan hanya berupa bagian dari wujud masima karma atau dharma shanti (menjalin silahturahmi) antar sesama warga.
Namun seiring berjalannya waktu, Tradisi Omed-omedan menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara. Menyadari hal ini, masyarakat Desa Sesetan kemudian menjadikan Tradisi Omed-omedan jadi sebuah festival warisan budaya tahunan dengan mengusung tema omed-omedan Cultural Heritage Festival yang akan dimeriahkan dengan adanya bazzar dan juga panggung pertunjukan.
Dari tahun ke tahun pengunjung festival terus mengalami peningkatan, apalagi yang tak ketinggalan yaitu dari penggemar fotografi yang saling berkompetisi untuk mengabadikan momen tersebut sebagai objek yang sangat menarik jika diabadikan melalui lensa kamera.
Tradisi Omed-omedan diperkirakan telah ada sejak abad ke-17. Konon Tradisi Omed-omedan berasal dari masyarakat Kerajaan Puri Oka yang terletak di Denpasar Selatan. Saat itu, masyarakat berinisiatif untuk membuat permainan tarik-menarik. Lama kelamaan, permainan ini semakin menarik dan berubah menjadi saling rangkul. Aksi permainan itu membuat suasana menjadi gaduh, Raja Puri Oka yang tengah sakit keras menjadi marah-marah. Ia merasa terganggu dengan suasana berisik itu. Namun, saat raja keluar dan melihat permainan Omed-omedan, ia malah sembuh dari sakitnya.
Sejak saat itu, sang raja memerintahkan supaya Omed-omedan diselenggarakan setiap tahun, setiap menyalakan api pertama atau Ngembak Geni usai perayaan Hari Raya Nyepi. Tradisi Omed-omedan sempat dihentikan penyelenggaraannya di Desa Sesetan. Saat dihentikan terjadi kejadian aneh, yakni dua ekor babi yang saling berkelahi di depan pelataran pura. Masyarakat menganggap kejadian itu sebagai pertanda buruk, akhirnya Tradisi Omed-omedan dilakukan kembali.