Mengenal Tradisi Manene, Ritual Khas Suku Toraja
Berbagai suku dan daerah di Indonesia memiliki tradisi khas yang berbeda-beda, salah satunya adalah tradisi Manene. Tradisi khas Suku Toraja ini merupakan upacara membersihkan jenazah para leluhur keluarga, yang sudah berusia berpuluh-puluh tahun atau bahkan ratusan tahun.
Dalam buku berjudul "70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia" oleh Fitri Haryani, tradisi Manene bermula dari seorang pemburu binatang yang bernama Pong Rumasek. Pada zaman dahulu Pong menemukan sebuah jenazah yang kondisinya memprihatinkan.
Kemudian, Pong membawa jenazah tersebut ke rumah untuk dipakaikan baju yang bagus atau pun layak dan dikuburkan ketempat yang aman.
Lalu dari perbuatan Pong itu, ia mulai mendapatkan banyak berkah, dimulai dari pertanian yang panennya lebih cepat dan hasilnya lebih bagus. Pong pun mulai menganggap bahwa jika menghormati dan merawat orang lain itu akan dibutuhkan, sekalipun orang tersebut sudah tidak bernyawa namun bisa merawatnya melalui jenazahnya.
Prosesi dalam Tradisi Manene
Tradisi Manene ini sampai saat ini masih terjaga dengan baik dan turun temurun ke masyarakat Baruppu, Pedalaman Toraja Utara. Ritual Manene sendiri termasuk kedalam upacara Rambu Solo’ atau yang sering disebut dengan upacara kematian.
Tradisi Manene ini dilakukan oleh masyarakat setiap tiga tahun sekali dan dilakukan secara bersama atau serentak dengan warga desa lainnya. Tradisi ini dilakukan karena prosesi Manene yang membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu dengan waktu satu minggu.
Untuk pelaksanannya sendiri dilakukan setelah musim panen, karena jika dilakukan sebelum masa panen dianggap bisa membawa sial bagi hasil panen, seperti sawah dan ladang akan mengalami kerusakan.
Tradisi Manene ini diadakan pada Agustus, di mana masyarakat Tana Toraja akan mengeluarkan peti jenazah dari Patane. Patane ini merupakan kuburan berbentuk rumah tempat yang dijadikan untuk menyimpan jenazah, yang terletak di Lembang Paton, Sariale, Toraja Utara.
Dalam tradisi Manene anggota keluarga yang masih hidup harus memenuhi beberapa syarat, salah satunya yaitu dengan mengorbankan setidaknya satu hewan. Hewan yang dikorbankan tersebut biasanya adalah babi atau kerbau.
Masyarakat Toraja sendiri mempunyai kepercayaan jika banyak hewan yang dikorbankan maka tingkat kehidupan abadi akan semakin lebih tinggi.
Tradisi Manene ini diawali dengan berkumpulnya seluruh para anggota keluarga di Patane, yang kemudian sebelum mengeluarkan jenazah dari patane, seseorang tertua desa atau Ne’tomina yang akan mulai melafalkan do’a dalam bahasa Toraja Kuno.
Kemudian setelah di do’a kan oleh No’tomina, jenazah mulai boleh dikeluarkan dari dalam peti. Setelah dikeluarkan jenazah tersebut mulai dibersihkan dari debu-debu ataupun kotoran, kemudian jenazah tersebut akan dipakaikan pakaian yang baru yang layak untuk digunakan dan terlihat rapi.
Setelah jenazah sudah dipakaikan pakaian yang baru dan sudah bersih kemudian dimasukan kembali ke dalam peti jenazah yang baru. Dan setelah proses selesai jenazah tidak langsung dimasukkan ke dalam patane namun anggota keluarga biasanya akan menjaga jenazah tersebut di malam harinya.
Keesokan harinya baru lah pihak keluarga akan memotong hewan dan melaksanakan ibadah bersama. Jika ibadah sudah selesai kemudian peti jenazah dimasukan kembali ke patane. Tradisi Manene ini masih digelar hingga saat ini karena masyarakat Tana Toraja meyakini bahwa tradisi ini merupakan penghormatan kepada leluhue yang telah meninggal.
Tradisi Manene yang dilakukan ini diyakini bahwa para leluhur akan memberi keberkahan pada keluaraga atau kerabat yang masih hidup. Maka tak heran jika dalam tradisi ini banyak wisatawan domestik ataupun manacanegara yang hadir, karena mereka ingin menyaksikan langsung tradisi yang unik ini.