Asosiasi Migas Nilai Penurunan Harga Gas Industri Bisa Langgar Kontrak
Indonesia Petroleum Association atau IPA menilai penurunan harga gas untuk tujuh industri dapat melanggar kontrak migas. Selain itu, Kebijakan tersebut dapat mengurangi pendapatan di sektor hulu migas.
Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong bahkan mengatakan penurunan harga gas dapat mengganggu iklim investasi migas di indonesia. Apalagi, kondisi industri hulu migas sedang terpukul akibat rendahnya harga minyak dunia.
"Sifatnya memaksa menurunkan harga gas yang sudah berkomitmen,” ujar Marjolijn di Jakarta, Rabu (11/3).
Marjolijn mengatakan pelaku usaha hulu migas paham pemerintah ingin meningkatkan daya saing industri dalam negeri dengan menetapkan harga gas yang terjangkau. Namun, pihaknya menolak kebijakan tersebut.
(Baca: Menteri ESDM Ingin Harga Jual Gas untuk PLN Dipatok US$ 6 per MMBTU)
"Sebagai orang Indonesia saya paham ada kepentingan itu, tapi investor tidak mau. ini yang akan dipertimbangkan," ujar dia.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Dalam aturan tersebut, harga gas untuk tujuh industri ditetapkan sebesar uS$ 6 atau sekitar Rp 83.784 per MMBTU.
Saat ini, harganya berada pada rentang US$ 9-US$ 12 atau sekitar Rp 125.676-Rp 167.568 per mmbtu.
Tujuh industri yang berhak mendapatkan harga gas khusus adalah pupuk, petrokimia, oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet. Namun hingga saat ini baru tiga sektor yang menikmati harga gas murah yakni pupuk, petrokimia dan baja.
(Baca: Industri Plastik Berharap Segera NIkmati Penurunan Harga Gas)