Pendapatan Pertamina Turun 9,5% Jadi Rp 719,7 Triliun Tahun Lalu
Pertamina mencatatkan pendapatan US$ 52,4 miliar atau sekitar Rp 719,7 triliun sepanjang tahun lalu. Nilai tersebut turun 9,5% dibanding 2018 yang mencapai US$ 57,9 miliar atau setara Rp 795,3 triliun.
Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina Heru Setiawan menjelaskan, pendapatan turun karena harga minyak dunia terus melemah pada tahun lalu. Alhasil, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) anjlok dan berdampak pada keuntungan di sektor hulu Pertamina.
"Saya kira ICP sangat sensitif. Pada 2019, harganya US$ 62,3 dolar per barel, sementara di 2018 US$ 67,5 per barel," ujar Heru dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR, Senin (3/1).
Kondisi itu membuat laba bersih Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menurun. Labanya turun dari US$ 2,5 miliar (Rp 34,34 triliun) menjadi US$ 2,1 miliar (Rp 28,84 triliun).
(Baca: Capai Target Produksi Migas, Pertamina EP Raup Laba Rp 8,44 Triliun)
Heru mengatakan bahwa pendapatan perusahaan disokong dari penjualan di sektor hulu dan hilir. Kontribusi terbesar terhadap pendapatan berasal dari produktivitas hilir. Sedangkan sektor hulu menyumbang profit paling banyak.
"Saat ini, pendapatan terbesar Pertamina ada di downstream namun profit dari hulu. Kegiatan di upstream eksplorasi dan produksi pengapalan masuk ke kilang yang produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun petrokimia," ujar Heru.
Di samping itu, ia menjelaskan bahwa kinerja produksi di sektor hulu minyak dan gas (migas) sejak 2017 hingga 2019 menurun. Penyebab utamanya, produksi gas anjlok.
Tahun ini, Pertamina menargetkan laba bersihnya US$ 2,2 miliar (Rp 31,6 triliun) dengan asumsi kurs APBN 2020 Rp 14.400 per dolar Amerika Serikat. Target tersebut naik 10% dibanding target pada 2019 sebesar US$ 2 miliar.
(Baca: Pertamina Targetkan Laba Bersih Tahun Depan Capai Rp 31,6 Triliun)
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan, kinerja keuangan perusahaan akan ditopang oleh produksi migas dan beberapa faktor lainnya seperti harga minyak mentah Indonesia.
Berdasarkan data Pertamina, produksi migas 2020 diprediksi 923 ribu barel setara minyak per hari (boepd). Dengan rincian, produksi minyak mencapai 430 ribu barel per hari (bph) dan produksi gas 2.857 juta kaki kubik per hari (mmscfd).
"Target-target yang disampaikan masing-masing perusahaan dapat kami sampaikan target produksi migas nanti akan meningkat di 2021 ketika Rokan masuk," ujar Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat dengan komisi VII DPR RI, pada November lalu (28/11).
(Baca: Pertamina Pesimistis Bisa Mengebor Blok Rokan Tahun Depan)