Indika Energy Targetkan 25% Pendapatan dari Bisnis Non-Batu Bara
PT Indika Energy Tbk. tengah menjajaki peluang bisnis non-batu bara. Hal ini untuk menjaga kinerja usaha di tengah volatilitas harga batu bara. Perusahaan menargetkan 25% pendapatan berasal dari bisnis non-batu bara dalam lima tahun.
Saat ini, sebesar 80% pendapatan perusahaan berasal dari sektor batu bara. Ini artinya, kontribusi dari sektor non-batu bara baru sekitar 20%. Untuk meningkatkan kontribusinya, perusahaan tengah menapaki bisnis tangki penampungan minyak atau fuel storage dan tambang emas.
“Kami juga mencari opportunity opportunity lainnya,” kata Managing Director & Chief Executive Officer Indika Energy Azis Armand di Jakarta, Senin (8/4). Seiring strategi tersebut, ia mengatakan perusahaan tidak akan banyak melakukan aksi korporasi terkait bisnis batu bara.
(Baca: Permintaan Melemah, Harga Batu Bara April Turun 1,89%)
Indika menyiapkan dana investasi sebesar US$ 108 juta untuk pembangunan fuel storage berkapasitas 100 juta liter di Kariangau, Kalimantan Timur. Fasilitas itu akan digunakan eksklusif oleh ExxonMobil, dengan kontrak 20 tahun dan opsi perpanjangan 10 tahun.
Perusahaan telah memperoleh komitmen pendanaan final dari beberapa bank pada 31 Desember 2018 sehingga pembangunan fuel storage dimulai tahun ini. Targetnya, pembangunan fasilitas tersebut rampung pada kuartal II 2020.
Azis menilai bisnis fuel storage menarik untuk diperbesar. Maka itu, pihaknya pun membuka peluang kontrak-kontrak baru dengan perusahaan minyak untuk penyediaan fasilitas tersebut.
(Baca: Belanja Modal Indika Tahun Ini Naik 84% )
Sementara itu, Indika masuk ke bisnis tambang emas lewat akuisisi 19,9% saham perusahaan tambang asal Australia Nusantara Resources. Akuisisi dilakukan lewat mekanisme private placement pada akhir 2018 lalu. Nusantara menggunakan dana tersebut untuk pengembangan tambang emas Awas Mas, Luwu, Sulawesi Selatan.
Tambang emas dengan cadangan sebesar 1,2 juta ounce emas tersebut ditargetkan mulai berproduksi pada 2021 atau 2022. Produksi emas ditargetkan sebesar 100 ribu ounce dalam setahun, sehingga umur tambang diperkirakan sekitar 10 tahun.
Azis berharap masuknya Indika ke bisnis tambang emas bisa membuat kinerja perusahaan lebih stabil. “Kami pernah studi, harga emas dan batu bara sangat jauh bertolak belakang. Jadi semoga ini bisa menjawab volatilitas dari harga batu bara,” kata dia.
Kinerja Keuangan Indika Energy 2018
Sepanjang 2018, Indika mencatat laba inti sebesar US$ 168,4 juta (sekitar Rp 2,4 triliun) atau naik 78% dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan itu dipicu optimalisasi operasi Kideco Jaya Agung serta langkah efisiensi biaya operasi.
Indika membukukan pendapatan sebesar US$ 2,9 miliar atau naik 169,7% dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan pendapatan terutama berasal dari pendapatan Kideco sebesar US$ 1,8 miliar.“Pendapatan Petrosea juga meningkat 69%,” demikian tertulis dalam siaran pers perusahaan, akhir Maret lalu.
Sementara itu, beban keuangan perusahaan tercatat mencapai US$ 100 juta atau meningkat 30%. Hal ini karena bertambahnya beban bunga pada Senior Notes senilai US$ 575 juta yang terbit pada Oktober 2017 dan jatuh tempo pada 2024. Utang ini untuk membiayai akusisi 45% saham tambahan Kideco.
Meski laba inti positif, Indika mencatatkan adanya penurunan laba bersih. Bagian laba bersih entitas asosiasi dan pengendalian bersama entitas turun 84,8%. Penyebabnya, saat Kideco dikonsolidasikan tidak lagi berkontribusi sebagai entitas asosiasi dan pengendalian.
Dengan perkembangan tersebut, perseroan membukukan laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 80,1 juta atau turun 76,1% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar US$ 335,4 juta.