Terkendala Sumber Daya Manusia, Beberapa Pembangkit Listrik EBT Rusak
Beberapa pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan seperti tenaga surya dan mini hidro di daerah terpencil mengalami kerusakan. Penyebabnya adalah kurangnya perawatan dari masyarakat.
Kuranganya perawatan ini karena rendahnya kemampuan keuangan masyarakat. Selain itu, Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas.
Faktor lainnya adalah terbatasnya peralatan di daerah tertinggal dan terpencil. "Ada beberapa proyek yang sudah dibangun, tapi tidak berfungsi dengan baik," kata Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Adrian Febi Misna, di Jakarta (10/12).
Agar masalah ini tidak terulang dibutuhkan kerja sama antar Kementerian, seperti Bappenas dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi atau pun pihak swasta yang berperan untuk meningkatkan ekonomi masyakarat di daerah terpencil. Sehingga, masyarakat mempunyai kemampuan melakukan pemeliharan dan meningkatkan kebutuhan listrik.
Hal ini juga dapat meningkatkan rasio elektrifikasi di daerah terpencil."Memastikan dukungan dan peran-peran antara kementerian, guna melihat usaha apa saja yang kita bisa upayakan untuk desa," kata Febi.
Kepala Seksi Keteknikan EBTKE Kementerian ESDM Ezrom M.D. Tapparan mengatakan 5% dari 719 pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTMh) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di desa itu mengalami kerusakan. Ini berdampak pada pasokan listrik di beberapa desa.
Untuk mengatasi itu, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan revitalisasi. "Untuk sementara kembali menggunakan genset," kata Ezrom MD Tapparan, kepada Katadata.co.id, Senin (10/12).
(Baca: Tiga Poin Utama Rancangan Peraturan Presiden Soal Kendaraan Listrik)
Programme Coordinator for Renewable Energy in Indonesia and ASEAN for Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Rudolf Rauch mengatakan Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan yang sangat besar, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Ini bisa dimaksimalkan untu melistriki daerah tertinggal.
Pengembangan EBT penting karena jika menunggu dari jaringan PLN maka membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, tarif listriknya juga berpotensi mahal, karena biaya untuk membangun di daerah terpincil juga besar. “Menurut saya solar energy sejauh ini yang paling menarik untuk bisa kita kelola," kata Rudolf.
Adapun, dana dari Kemendes untuk pengembangan listrik pedesasaan melalui dana desa sekitar 14,44. Berdasarkan data dari Kemendes, pada tahun 2018 terdapat sekitar 1. 1444.954 Kartu Keluarga (KK) yang belum mendapatkan listrik. KK yang sudah mendapatkan aliran listrik 6.380.545.