Disetujui Paripurna, DPR dan Pemerintah Segera Bahas RUU Migas
Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui draf Rancangan Undang-undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) untuk dibahas dengan Pemerintah. Adapun 10 fraksi yang sepakat membahas draf RUU Migas itu adalah Golkar, Demokrat, PAN, PDI Perjuangan, Gerindra, PKB, PKS, PPP, Nasdem, dan Hanura.
Anggota Komisi VII dari fraksi Golkar Ridwan Hisjam mengatakan pembahasan RUU Migas ini masih menunggu surat perintah pembahasan dari Presiden. Setelah itu, surat diturunkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkuham), Menteri Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Perindustrian.
"Sudah diputuskan DPR paripurna. Presiden akan mengeluarkan yang namanya surat perintah pembahasan," kata Ridwan, di Jakarta, Senin (3/12).
Setelah surat perintah keluar, DPR bersama pemerintah akan membahas poin-poin per pasal yang akan menjadi RUU Migas. RUU Migas yang akan dibahas merupakan draf hasil Sepuluh Fraksi di Badan Legislasi (Baleg) pada beberapa bulan September lalu. Namun, RUU tersebut masih terbuka untuk mengalami perubahan.
Ada beberapa poin yang tertuang dalam RUU Migas tersebut. Pertama, Pemerintah Pusat sebagai pemegang kuasa pertambangan migas memberikan kuasa usaha pertambangan kepada Badan Usaha Khusus (BUK) Migas. Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi dapat dilaksanakan oleh BUK Migas, BUMN, BUMD, perusahaan swasta nasional, badan usaha swasta asing, dan koperasi.
Kedua, Pemerintah Pusat menyiapkan wilayah kerja yang akan diusahakan BUK Migas. Batas dan syarat ditetapkan Presiden atas usul Menteri. Menteri sebelum menyampaikan usulan kepada Presiden melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Ketiga, kegiatan usaha hilir minyak bumi dilaksanakan BUMN di bidang hilir Minyak Bumi, BUMD, badan usaha swasta nasional dan asing, dan/atau koperasi. Jaringan distribusi minyak bumi dikuasai negara dan dikelola Pemerintah Pusat melalui BUMN di bidang hilir minyak bumi untuk pelaksanaannya.
Keempat, kegiatan usaha hilir gas bumi mencakup pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, distribusi, dan niaga. Kegiatan ini dilaksanakan BUMN di bidang hilir gas bumi, BUMD, badan usaha swasta nasional, dan/atau koperasi. Jaringan distribusi gas bumi dikuasai negara dan dikelola Pemerintah Pusat melalui BUMN untuk penyelenggaraannya.
Kelima, BUMN, BUMD, badan usaha swasta nasional dan asing, dan koperasi dalam melakukan kegiatan usaha penunjang minyak dan gas bumi wajib mengutamakan produk dan potensi dalam negeri. Keenam, BUK Migas berfungsi untuk menyelenggarakan dan mengendalikan kegiatan usaha hulu dan hilir migas
Ketujuh, BPH Migas berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian BBM dan pengangkutan gas bumi melalui pipa. Kedelapan, negara menjamin pemenuhan kebutuhan migas dalam negeri berdasarkan Kebijakan Energi Nasional. Jaminan pemenuhan kebutuhan migas dalam negeri dilaksanakan oleh Pemerintah melalui BUK Migas.
Kesembilan, BUK Migas dan kontraktor kontrak kerja sama yang sudah menghasilkan produksi minyak bumi dan/atau gas bumi wajib membayar pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Kesepuluh, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, dan BUK Migas wajib mengelola dana migas secara bersama-sama dalam sebuah rekening bersama secara transparan dan akuntabel.
Sebelas, dalam hal BUK Migas dan kontraktor kontrak kerja sama akan menggunakan bidang tanah milik negara mereka wajib terlebih dahulu mengadakan penyelesaian dengan pemegang hak atas tanah negara. Ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ke-12, Pemerintah Pusat melalui menteri melakukan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan penguasaan dan pengusahaan migas, baik hulu, hilir, dan kegiatan usaha penunjang. Ini juga sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan undang-undang lain.
Ke-13, setiap orang dilarang tanpa hak memiliki, menggunakan, memanfaatkan membuka rahasia, dan/atau menginformasikan kepada pihak ketiga data survei umum.
Ke-14, SKK Migas tetap melaksanakan fungsi dan tugas sampai dengan terbentuknya BUK Migas. Semua bentuk Kontrak Kerja Sama yang ada sebelum Undang-Undang ini mulai berlaku dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa kontrak dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Anggota Komisi VII dari fraksi Nasdem, Kurtubi mengatakan RUU Migas yang telah disepakati tersebut masih harus ada yang harus diperbaiki. Di antaranya, mengenai badan usaha migas. Yang seharusnya menjadi BUK adalah PT Pertamina (Persero) dan tidak dibawahi Kementerian BUMN, tetapi langsung Presiden.
Menurutnya, pengelolaan migas berbeda dengan pengelolaan perusahaan BUMN. Dalam UU BUMN, perusahaan BUMN tidak boleh mendapatkan kerugian, sedangkan Pertamina menyalurkan BBM subsidi, yang dinilai menjadi penyebab keuntungan Pertamina tidak besar. “Kami tidak setuju pengelola industri migas ke depan yaitu badan usaha khusus migas yakni Pertamina di bawah Menteri BUMN,” ujar dia.
(Baca: Dua Poin RUU Migas yang Dianggap Beri Ketidakpastian Investasi)
Selain itu, agar lebih efisien, maka kegiatan impor migas, tidak perlu dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), Jadi, izin cukup dari instansi pemerintah yang ada selama ini sesuai ketentuan yang berlaku.