Pertamina Usul Penyalur Minyak Sawit Hanya Satu Badan Usaha
PT Pertamina (Persero) mengusulkan agar minyak sawit (Fatty Acid Methyl Esters/FAME) untuk campuran ke Solar subsidi dan nonsubsidi dipasok dari satu badan usaha. Cara tersebut untuk mengatasi kendala pasokan FAME yang selama ini terjadi.
Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina Gandhi Sriwidodo mengatakan dengan hanya satu badan usaha pemasok, berarti proses administrasi, operasional penimbunan dan pencampuran minyak sawit di Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina lebih mudah. "Supply FAME subsidi dan Nonsubsidi itu bisa satu supplier saja harapan kami," kata dia di Jakarta, Rabu (26/9).
Dari data yang dipaparkan Pertamina di Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), selama 1 September sampai 25 September 2018, penyaluran B20 belum maksimal. Penyebabnya adalah terlambatnya suplai FAME.
Beberapa daerah yang belum menerima pasokan minyak sawit rata-rata di Indonesia Timur. Di antaranya, Terminal BBM Tanjung Uban, Bau-Bau, Wayame, Manggis, Tanjung Wangi, Kupang, Makassar, Bitung, STS Balikpapan, dan STS Kotabaru terlambat.
Selama periode tersebut, hanya 224.607 kiloliter (KL) FAME yang terealisasi. Ini baru 62% dari pasokan FAME yang dipesan Pertamina dari badan usaha sebesar 431.681 KL untuk periode September.
Selama ini 60 TBBM Pertamina telah menerima supplai FAME. Dari jumlah itu, 45 TBBM menerima pasokan langsung dari TBBM utama. Adapun TBBM utama terdiri dari tujuh titik yakni TBBM Pulau Sambu, Cilacap, Cepu, Tarakan, Berau, Toli-toli dan Sorong.
Selain itu, Pertamina menambah dua lokasi untuk bisa menerima FAME dari badan usaha. Perinciannya, di Balikpapan, Kalimantan Timur dua unit kapal penampungan terapung (floating storage and offloading/FSO). Kemudian, satu kapal FSO di Kotabaru di Kalimantan Selatan.
Saat ini ada 19 perusahaan yang memasok ke Pertamina. Mereka adalah PT Cemerlang Energi Perkasa dengan volume 108.399 KL. Lalu, PT Wilmar Bioenergi Indonesia 270.301 KL, PT Pelita Agung Agrindustri 39.575 KL, PT Ciliandra Perkasa 49.469 KL, PT Darmex Bioefuels 49.469 KL, PT Musim Mas 210.465 KL, PT Wilmar Nabati Indonesia 281.452 KL.
Kemudian PT Bayas Biofuels 148.406 KL, PT LDC Indonesia 79.440 KL, PT Smart Tbk 67.834 KL, PT Tunas Baru Lampung 64.206 KL, PT Multi Nabati Sulawesi 75.931 KL. Ada juga PT Permata Hijau Palm Oleo 71.828 KL, PT Intibenua Perkasatama 76.181 KL, PT Batara Elok Semesta Terpadu 39.869 KL, PT Dabi Biofuels 71.234 KL, PT Sinarmas Bio Energy 72.014 KL, PT Kutai Refinery Nusantara 64.876 KL dan PT Sukajadi Sawit Mekar 69.256 KL.
Gandhy mengatakan selama ini tidak ada keluhan dari pelanggan. “Belum ada complain dari konsumen industri atau transportasi terkait mandatori B20,” ujar dia.
(Baca: Pemerintah Tetapkan Sanksi Penyaluran B20 Mulai Pekan Ini)
Deputi Bidang Industri Pertambangan, Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan ada sejumlah sektor yang kini mendapat relaksasi untuk belum mengunakan B20. Pertama, PLN khusus untuk pembangkit listrik tenaga gas turbin dan mobile powert plant (pembangkit listrik bergerak).
Kedua, adalah Tentara Nasional Indonesia, khusus untuk alutsista yang masih memerlukan waktu enam bulan untuk mengkajinya. Ketiga, untuk Freeport untuk kebutuhan kendaraan di ketinggian.