Jonan Janjikan Masyarakat Adat & Pemda Papua 5-10% Saham Freeport
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan membuka peluang kepada masyarakat adat Papua memiliki saham PT Freeport Indonesia. Hal ini disampaikan saat bertemu dengan beberapa perwakilan masyarakat adat Papua, di Kementerian ESDM.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 30 menit ini, Jonan menyarankan agar perwakilan masyarakat adat menulis surat dan bicara dalam forum pembahasan divestasi. Bahkan ia siap memfasilitasi mereka untuk berbicara.
(Baca: Temui Jonan, Lembaga Adat Papua Minta Jatah Saham Freeport)
Bahkan Jonan menyebut dari 51% divestasi saham PT Freeport Indonesia, sekitar 5-10% akan menjadi milik Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Timika. " Mungkin 5-10% itu sebagian untuk masyarakat adat. Itu kalau menurut saya,” ujar dia berdasarkan keterangan resminya, Senin (4/9).
Namun, menurut Jonan, pembahasan divestasi ini akan dipimpin oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Termasuk, kapan 51% saham Freeport diambil alih, kemudian harganya dan siapa yang akan mendapat saham itu.
Dalam pertemuan itu, Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (LEMASA) Odizeus Beanal berharap perundingan divestasi saham Freeport juga melibatkan masyarakat adat. "Harapan kami ke depan, kesepakatan itu juga bisa didapat oleh pemilik ulayat dan juga masyarakat Papua dan Indonesia," ujar dia.
(Baca: Dapat Lampu Hijau MA, Holding Tambang Siap Ambil Saham Freeport)
Dewan Adat Mamta Fibiolla Ohei mengatakan divestasi 51% saham ini bukan hanya sejarah Indonesia, tapi juga dunia. Apalagi Menteri ESDM mengusulkan agar masyarakat adat Papua, pemilik hak ulayat juga dilibatkan dalam proses itu. “Raksasa Freeport yang begitu besar, akhirnya dengan pemerintahan ini bisa berbagi dengan kami,” ujar dia.
Sementara itu, Perwakilan Dewan Adat Papua Wilayah Meepago John Gobai mengatakan keterlibatan masyarakat adat merupakan wujud nyata dari kedaulatan pemilik tanah. “Nanti apakah kerangka divestasi itu 5%kah itu nanti tergantung dari hasil perundingan, apakah bentuknya saham atau bagi hasil dari laba seperti sekarang," kata dia.
(Baca: BEI Minta Divestasi Freeport Lewat Bursa, Kepemilikan Asing Dibatasi)
Perundingan tersebut, tambah John, penting dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 18b ayat (2). Pasal itu menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.