Enam Bulan, Penerimaan Negara dari Sektor Minerba Sudah 56% Target
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi penerimaan negara dari sektor mineral dan batu bara (minerba) masih 56% dari target tahun ini. Penyebabnya adalah produksi komoditas pertambangan dan harga yang masih rendah.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan sejak awal Januari hingga akhir Juni 2017, penerimaan negara mencapai Rp 18,27 triliun. Target tahun ini sebesar Rp 32,4 triliun.
(Baca: BPK: Potensi Kerugian Negara Akibat Tambang Freeport Rp 185 Triliun)
Meski capaian masih di bawah target, menurut Bambang penerimaan negara bisa meningkat. Apalagi, pemerintah meningkatkan target produksi batu bara tahun ini menjadi 477 juta ton, dari sebelumnya 413 juta ton. "Kalau produksi naik target penerimaan negara tadi kemungkinan itu bisa tercapai," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (9/8).
Alasan pemerintah meningkatkan produksi batu bara tahun ini adalah beberapa pemegang Izin Usaha Pertambangan yang sudah mencapai tahap produksi. Pertimbangan lainnya adalah harga yang meningkat. Alhasil perusahaan meningkatkan produksi untuk mengganti kerugian dari rendahnya harga yang terjadi tahun 2015.
Adapun realiasi produksi batu bara semester I 2017 baru tercapai 139 juta ton. Jumlah tersebut sebagian besar disumbang dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batu bara, sisanya dari pemegang Perjanjian Karya Pengusaaan Batu Bara (PKP2B).
Di sisi lain, realisasi investasi sektor minerba sepanjang semester I tahun ini juga masih di bawah target. Selama enam bulan pertama, investasi mencapai US$ 2.5 miliar, sementara target US$ 6,9 miliar. Target tersebut bahkan lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang mencapai US$ 7,2 miliar.
Menurut Bambang, investasi sedikit mengalami penurunan lantaran aktivitas sektor tambang yang belum masif, terutama pada kegiatan eksplorasi. Kebanyakan investasi tersebut disumbang dari kegiatan di wilayah tambang yang sudah berproduksi. "Kalau nanti Amman dan Freeport bangun smelter ini mungkin investasi akan lebih besar," kata dia.
(Baca: Freeport Ajukan Tiga Permintaan Sebelum Bangun Smelter)
Sementara itu realisasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) sepanjang 6 bulan terakhir baru mencapai dua unit smelter yang terdiri dari smelter nikel. Sementara tahun ini pemerintah menargetkan pembangunan smelter bisa tercapai sebanyak empat unit.
Saat ini tercatat sudah ada 13 smelter eksisting yang sudah beroperasi di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah milik PT Vale Indonesia di Sulawesi Tengah, PT Antam Pomala di Sulawesi Tenggara, dan lainnya tersebar di Banten, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara.
Selain itu, penggunaan produksi porsi domestik (Domestic Market Obligation/DMO) sepanjang semester I 2017 baru tercapai 30,8 juta ton. Ini merupakan 29% dari target.
Enam bulan awal tahun ini juga ada 15 PKP2B dan 14 Kontrak Karya (KK) yang sudah diamendemen. Secara total ada 37 PKP2B dan 21 KK yang sudah diamendemen. Kementerian ESDM menargetkan tahun ini bisa mengamendemen 47 PKP2B dan 25 KK.
Adapun penataan IUP yang belum patuh hukum (clean and clear/CnC) sudah mencapai 6.370 IUP, target tahun ini 9.370 IUP. Bambang mengatakan penyelesaian penataan IUP yang belum CnC ditargetkan rampung pada September mendatang. Apabila masih ada perusahaan yang tidak juga CnC,Kementerian ESDM tidak akan memperpanjang IUP-nya. "Kami tidak perpanjang lagi," kata dia.
(Baca: Pemerintah Harap 3.966 Izin Tambang Bermasalah Tuntas Mei 2016)
Adapun terkait luas reklamasi lahan bekas tambang hingga semester I 2017 baru tercapai 28 persen atau sektiar 1.921 hektar. Sedangkan target luas reklamasi tahun ini mencapai 6.800 hektare.