Pemerintah Siapkan 240 Ribu Lampu Tenaga Surya Terangi Desa Terpencil
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membutuhkan dana Rp 1,14 triliun mewujudkan ambisinya menerangi seluruh Indonesia, terutama desa terpencil. Apalagi, meski sudah merdeka hampir 72 tahun, saat ini masih ada 2.519 desa yang belum menikmati listrik.
Salah satu program yang disiapkan adalah penyediaan lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE). Anggaran yang disiapkan pun cukup besar sekitar Rp 855 miliar. (Baca: Pemerintah Buat Aturan Patokan Tarif Energi Baru Terbarukan)
Menurut Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), anggaran untuk LTSHE ini ada yang terbesar dari 11 program prioritas di Direktoratnya. "Terus terang anggaran tersedot di program LTSHE," kata dia ketika rapat dengan komisi VII DPR, Jakarta, Kamis (15/6).
Menurut Rida, ada beberapa alasan yang membuat pemerintah memandang perlu program lampu tenaga surya ini dijalankan. Kebijakan ini adalah solusi cepat untuk melistriki desa-desa terpencil yang tidak dapat terjangkau oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Hingga kini baru 600 desa yang sudah tersambung listrik. Jika tidak ada gebrakan maka hal itu semakin sulit terwujud. "Kalau kami kayak begini terus, mau sampai kapan teman-teman harus menunggu," ujar Rida.
Di sisi lain, program LTSHE merupakan amanah dari Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2017. Belum lama ini juga, Menteri ESDM Ignasius Jonan juga sudah menerbitkan aturan turunan dari perpres tersebut berupa Peraturan Menteri ESDM Nomor 33 Tahun 2017.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja sama Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan wilayah yang mendapatkan program LTSHE adalah daerah yang belum masuk rencana PLN dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) selama 3-4 tahun ke depan.
"Sasarannya adalah saudara-saudara kita yang lokasinya belum dialiri listrik," ujar dia kepada Katadata, Senin (19/6).
Nantinya ada 240.229 unit lampu yang akan dibagikan ke 15 provinsi yang terbagi dalam 58 kabupaten/kota yang dinilai masih gelap gulita. Provinsi tersebut adalah Aceh, Bengkulu, Jambi, Sumatera Utara , Sumatera barat, Kalimantan Barat, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Papua.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, prinsip kerja LTSHE yakni berupa panel surya yang menangkap energi yang terkandung dalam cahaya sinar matahari, lalu mengubahnya menjadi energi listrik yang kemudian menyimpan energi tersebut di dalam baterai. Listrik yang dihasilkan oleh panel surya disimpan di dalam baterai yang kemudian akan digunakan sebagai energi untuk menyalakan lampu tersebut.
(Baca: Pemerintah Alihkan Subsidi Listrik untuk Terangi Daerah Terpencil)
Lampu LTSHE menggunakan teknologi ultra efisien light emiting Diode (LED) 3 Watt setara dengan lampu pijar 25 Watt yang terintegrasi dengan lithium energi storage pack (batery litihium) dan chip manajemen energi. LTSHE dapat menyala selama 6 jam, 12 jam atau dapat beroperasi maksimum hingga 60 jam.
Selain LTSHE, ada 10 program prioritas lainnnya yang akan dikerjakan Kementerian ESDM untuk mengembangkan sumber energi baru terbarukan tahun depan. Di antaranya membangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro sebanyak tiga unit di Kalimantan Barat, Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Kemudian Pembangkit listrik tenaga minihidro sebanyak dua unit di Papua yakni Oksibil dan Ilaga, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terpusat skala besar di Nusa Tenggara Barat dengan kapasitas 1 MW. Ada juga pembangunan PLTS rooftop (atap) sebanyak 158 unit di 150 pos penjaga TNI dan 8 titik di pos pengamat gunung berapi di sepanjang wilayah Indonesia.
Sebelas program prioritas tersebut membutuhkan dana Rp 1,14 triliun. Sementara total anggaran sektor EBTKE yang diusulkan Kementerian ESDM kepada DPR tahun depan sebesar Rp 1,36 triliun, meningkat dibandingkan alokasi anggaran tahun ini yang hanya mencapai Rp 1,32 triliun.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi menganggap pengembangan energi baru terbarukan memang harus dioptimalkan karena potensi yang dimiliki Indonesia cukup besar. Apalagi pada 2025 target bauran energi harus mencapai 22,5 persen. Saat ini hanya delapan persen.
Menurut Rinaldy penyebabnya adalah harga listrik yang dihasilkan dari EBT yang masih mahal. Untuk itu pemerintah harus mengeluarkan kebijakan khusus agar energi terbarukan bisa berkembang dan menarik. "Prediksi saya, kalau dari sekarang kita bisa membuat perencanaan yang tepat, tahun 2050 Energi Terbarukan di Indonesia bisa mencapai 75 persen," kata dia kepada Katadata, Jumat (23/6).
(Baca: Jonan Pesimistis Penggunaan Energi Terbarukan Capai Target)
Senada dengan Rinaldy, Pengamat sektor energi dan juga Dosen Universitas Gadjah Mada Fahmi Radi mengatakan pemerintah perlu untuk turun tangan memberi solusi agar harga listrik EBT murah. "Pemerintah perlu memberikan subsidi agar harga terjangkau dan bisa bersaing dengan energi fosil," kata dia.