Revisi UU Migas, Anggota DPR Terbelah Soal Posisi BUK Migas
Komisi BUMN (Komisi VI) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak usulan Komisi Energi (Komisi VII) DPR mengenai kedudukan Badan Usaha Khusus Minyak dan Gas Bumi (BUK Migas). Menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir, seharusnya BUK di bawah koordinasi Kementerian BUMN, bukan Presiden.
Pertimbangannya, kalau suatu badan usaha yang 50 persen lebih sahamnya dikuasai oleh negara, maka harus tunduk terhadap UU BUMN. “"Oleh karena itu apapun namanya, apakah perusahaan umum atau persero maupun BUK, tetap dibawah Kementerian BUMN dan terikat kepada UU tentang BUMN," kata dia kepada Katadata, Selasa (30/5).
(Baca: Revisi UU Migas, DPR Rancang Badan Usaha Khusus Migas)
Dalam draf revisi UU Migas, BUK adalah badan usaha yang dibentuk secara khusus untuk melakukan kegiatan usaha hulu dan hilir migas yang seluruh modal dan kekayaannya dimiliki oleh negara. Badan ini juga bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Menurut Inas, BUK Migas tidak bisa berada di bawah presiden seperti yang diusulkan Komisi VII DPR dalam draft RUU Migas. Alasannya, fungsi Kementerian BUMN adalah membantu presiden dalam pengelolaan BUMN. (Baca: Rini Khawatir Pertamina Sulit Investasi di Luar Negeri Jika Jadi BUK)
Inas khawatir apabila BUK Migas di bawah kewenangan Presiden maka semangat pengelolaan badan usaha secara transparan dan baik menjadi mundur. "Semua BUMN itu memang di bawah Presiden semua, tapi pengelolaan korporasinya dikelola Menteri BUMN. Bagaimana mungkin korporasi BUK dikelola Presiden," ujar dia.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo sebelumnya juga mempertanyakan kedudukan BUK. Jika mengacu UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN pada Pasal 1 dan RUU BUMN Pasal 1, BUK Migas masih tergolong sebagai BUMN dan seharusnya berada di bawah koordinasi Menteri BUMN.
(Baca: Rencana Pendirian Badan Khusus Migas Terbentur Aturan BUMN)
Untuk menyeleraskan hal tersebut, Baleg akan berdiskusi dengan para pemangku kepentingan seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian BUMN, PT Pertamina (Persero), SKK Migas hingga asosiasi terkait migas. "Kami dengarkan dari semua aspirasi stakeholder, karena ini strategis sekali," kata dia kepada Katadata beberapa waktu lalu.